Lalu anda pergi ke Madinah. Dan tidak ada ritus khusus di sana. Di negeri tempat Baginda pemberi syari’at. Namun di sana adabnya amat sangat cermat. Yang pertama, dua rakaat di Masjid; lalu anda mengucapkan salam kepada Sayyidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam; Anda harus memberi salam kepada Abu Bakr, radhiallahu anhu, Anda harus memberi salam Umar ibn al-Khattab, radhiallahu anhu; Anda harus berlaku tanpa cela; Anda harus beradab sebaik-baiknya, tanpa takhayul, tanpa sihir, tanpa berkeliling mengelus pagar pembatas dll. Di sana anda dipenuhi seberkas cahaya berseri. Anda dipenuhi ketentraman. Amat tenteram. Di sana anda duduk bersama Sayyidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam, sebagaimana saat anda duduk di hadapan Ka’bah, meresapi Hadrat ar-Rabbani, Hadirat Rabbani. Selagi anda berada di Haram, pandangan mata anda tidak pernah terlepas dari Bait Allah, karena di Haram anda diijinkan mengangkat mata dan menatap langsung ke Bait itu, sedangkan di sembarang tempat lain anda harus menundukkan mata saat shalat, tidak boleh mengangkat pandangan. Karenanya anda mentafakuri Bait Allah yang tampak secara lahiriah, di hadapan anda, dan anda meresapi Hadrat ar-Rabbani, kehadiran Rabbani.

Kemudian anda pergi ke Madinah. Di Mekkah anda bisa menatap Bait Rabbi, namun Sayyidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam, tersembunyi di Madinah. Pintu anda kepada Baginda adalah cinta anda, sebagaimana pintu ke Hadrat ar-Rabbani ialah ekstase dan kewalahan anda. Pintu kepada Nabi, sallallahu alayhi wassalam, adalah cinta dan kebeningan anda. Segalanya bening di Madinah. Melalui perilaku anda yang benar, bakti anda, melaksanakan segala yang diridhai Baginda: shalawat, shalawat yang banyak; membaca Al-Quran; bangun di malam hari; shalat di malam hari. Nur Baginda menanti anda. Dan ketika seseorang terlelap di antara shalatnya atau di tengah shalat, atau tertidur antara shalat Tahajud dan shalat Subuh, kemudian Nabi, sallallahu alayhi wassalam, membuka pintunya dan berkata kepadanya: “Datanglah, silahkan! Mari duduk bersamaku! Duduk bersama para sahabatku!… Salihun dan Saddiqun yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Tidak seorangpun selain Allah yang tahu berapa juta haji telah memperoleh pengalaman seperti ini di Madinah.

Ini membentuk suatu ikatan di antara orang-orang yang saling mengenal satu sama lain ketika mereka berjumpa. Seperti para materialis, para Mason (anggota freemason, kelompok persaudaraan rahasia pengagung kebebasan berpikir), yang saling mengenal satu sama lain dengan cara berjabat tangan rahasianya, mereka yang berkumpul di majelis Sayyidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam, mengenal satu sama lain karena seberkas nur yang tampak. Seketika! Tanpa perlu berkata apapun. Suatu saat di Karachi, saya mengunjungi sebuah madrasah, madrasah Islam. Direkturnya sedang berada di pintu kantornya. Di tengah-tengahnya terbentang taman rumput sebesar masjid ini. Ia menatapku lalu melambaikan tangannya dan mulai berlari. Dan sayapun mengangkat tangan dan mulai berlari pula. Lalu kami berpelukkan. Kami belum pernah bertemu dan tidak kenal satu sama lain! Kemudian kami sama-sama menangis. Dan ia berkata, “Jika mereka tahu apa yang kita miliki, mereka pasti berusaha mencurinya dari kita.”

Jika anda tiba di Madinah, ada tempat duduk untuk anda. Jika anda tiba di Ka’bah anda bisa duduk di mana saja: di belakang sebuah tiang, di tangganya, dari tempat manapun yang anda bisa menatap Baitnya. Tidak peduli dimana. Sebaliknya, jika anda datang di Madinah segalanya berbatas. Ada dua lokasi: pusara Baginda dan Mimbar Baginda. Rasul, sallallahu alayhi wassalam, bersabda yang artinya: “Antara pusaraku dan Mimbarku terletak Taman Surga.” Mimbar itu tempat dimana mengutarakan saat Jum’at, kutbahnya. Lalu tempat yang lain itu ialah suatu ruang persegi, sedikit lebih tinggi, itulah tempat sofa-nya Sayyidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam. Di sana tempat duduk ahli kesayangan Baginda. Mereka yang sepenuhnya tenggelam dalam berdhikir kepada Allah. Mereka yang sepenuhnya telah berserah diri atas urusan-urusan mereka dan bertawakal kepada Allah. Dan mereka itu Miskin.

Rasul, sallallahu alayhi wassalam, memberikan mereka naungan di sana; di sana Baginda mendidik mereka dan memberi mereka makan dengan kedua tangan mulianya sendiri. Dan hari ini, khalayak itu tetap duduk di sana. Tentu saja tidak semua orang yang duduk di sana adalah salah seorang dari mereka. Dunia itu tidak begitu pengaturannya, namun jika anda salah seorang dari mereka yang mengenal dan mencintai Baginda, anda akan mengenali yang lain. Itulah markas utamanya. Itulah pusat pusarnya. Itulah tempat pertemuannya. Mereka berasal dari seluruh penjuru dunia, namun cepat atau lambat dan satu per satu, mereka semua akan duduk di arena persegi kecil itu.

Semua orang pergi ke Mekkah, jutaan berangkat ke Mekkah. Dan mereka berkumpul bersama di satu titik: mereka semua mencium hajar aswad. Namun mereka tidak dikenal, karena itu sebuah amal rahasia. Karena janji di lokasi itu dan mencium hajar aswad itu amal rahasia. Di mana bibir anda berada, di tempat bibir Sayidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam pernah berada, dan bibir Sayidina Ibrahim, alayhi wassalam pernah berada. Sejak dulu hingga kini. Apakah anda mengerti betapa luar biasanya hal itu? Amat ajaib! Betapa indahnya Din ini! Apakah anda memahaminya? Sangat menakjubkan: semua orang mencium titik yang sama. Satu rahasia antara diri anda dan Allah.

Sedangkan di Madinah, terdapat arena persegi kecil yang umum terbuka. Anda tahu siapa saja yang duduk di sana, siapa yang telah duduk dan akan duduk. Bisa anda lihat keberlawanannya? Di tiap unsur, Mekkah dan Madinah.

Waktu terbaik di Mekkah di malam hari. Di bawah rembulan. Waktu terbaik di Madinah siang hari.

Inilah Islam. Kesetimbangan antara Mekkah dan Madinah. Antara shari’a dan haqiqa. Shari’a = Madinah. Haqiqa = Mekkah. Batiniah dan lahiriah. Sir-nya lahiriah ialah batiniah dan sir-nya batiniah ialah lahiriah.

Inilah yang telah sampai kepada kalian. Inilah Islam. Inilah: “ash-hadu an la ilaha il-lal-lah, waash-hadu anna Muhammadan Rasulul-llah.” Aku bersaksi tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad ialah Rasul Allah. Dan Sayyidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam, sedemikian mulia dirinya sehingga namanya dimunculkan di sisi Asma Allah, Subhanahu wa Taala. Maka, berhati-hatilah terhadap para shaytan yang berkata bahwa Nabi itu hanya sekedar seorang penyampai kabar. Hanya sekedar seseorang yang menyampaikan berita. Tiada yang hanya sekedar perihal itu. Baginda ialah yang pertama diciptakan. Ciptaan termulia, terbaik. Inilah puncak keindahan kondisi insan manusia. Maka menghadaplah untuk mencintai Sayyidina Muhammad, sallallahu alayhi wassalam, untuk mereguk manfaat-manfaat Bait Allah.

Satu-satunya arena bagi rijal Allah adalah antara Mekkah dan Madinah. Namun ia tidak akan pernah merasa nyaman dengan keduanya, karena jika ia berada di Mekkah, ia rindu Madinah, dan jika ia tiba di Madinah, ia merindukan Mekkah. Subhanallah!

Sumber : http://islammexico.org.mx/Textos/Discursos%20SAQ/Meca%20y%20Medina.htm

Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Muqadim Malik Abdalhaqq Hermanadi