Shaykh Mortada Elboumashouli menjelaskan tentang Ikhlas dalam khutbah Jum’at di Masjid Jumu’a Cape Town pada tanggal 30 Oktober 2015.

 

Hamba-hamba Allah, ikhlas adalah hakikat deen dan kunci kepada da’wa – ajakan – para Nabi. Allah berfirman,

وَمَنۡ أَحۡسَنُ دِينٗا مِّمَّنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبۡرَٰهِيمَ خَلِيلٗا١٢٥

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan,” (Surat An-Nisaa ayat 125). Dan Allah berfirman,

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ٥

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan-ikhlas kepada-Nya dalam (menjalankan) deen yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah deen yang lurus. (Surat Al Bayyinah ayat 5) 

Abu Hurayra meriwayatkan dari Rasul Allah, sallallahu alayhi wasalam dalam sebuah hadist qudsi bahwa Allah berfirman, “Aku tidak membutuhkan suatu sekutu apapun. Jika seseorang melakukan sebuah amal bukan karena-Ku melainkan untuk sesuatu selain-Ku, Aku akan menyingkirkan orang itu dan amalnya yang menyekutukan sesuatu dengan-Ku.”

Sangat banyak hadist dari Rasul Allah, sallallahu alayhi wasalam yang serupa ini dan menekankan pentingnya hal ini.
Salah seorang ulama berkata, “Orang-orang yang pandai telah meneliti tentang makna ikhlas dan akhirnya mereka menemukan bahwa maknanya bisa disarikan menjadi satu, yakni bahwa seluruh gerak dan diam seseorang, baik di keramaian atau kesendirian, hanyalah bagi Allah semata dan tidak ternodai oleh keinginan-keinginan nafsunya sendiri atau selera-seleranya atau pertimbangan-pertimbangan duniawi.”
Hamba-hamba Allah, Sahl ibn Abdillah al-Tustari berkata, “Tidak ada yang lebih berat bagi nafsumu selain ikhlas, karena nafsumu tidak memiliki bagian apapun padanya.”

Memiliki keikhlasan dalam melaksanakan amal-amal ibadah, bahkan memiliki keikhlasan dalam segala sesuatu yang dilakukan, termasuk amal-amal yang disebutkan sebagai mubah/dibolehkan, adalah sesuatu yang luar biasa. Karena dengan melalui ikhlas itu, Allah mengarunianimu sesuatu yang besar karena sesuatu yang kecil. Sedang mereka yang riya dan menyisihkan ikhlas, Allah tidak memberi mereka apapun walau sebesar/sepenting apapun yang mereka lakukan atau mereka berikan. Boleh jadi satu dirham yang ikhlas lebih berharga disisi Allah daripada seratus ribu dirham diiringi riya. Nilai sebuah amal ditentukan oleh nilai apa yang ada di hati, oleh derajat keyakinan seseorang dan sejauh apa ia memuliakan Rabb-nya. Itulah rahasia ikhlas yang Allah tempatkan di hati-hati hamba-hamba-Nya yang benar.

Hamba-hamba Allah, di sebaliknya, kita ketahui bahwa tiap-tiap amal ketaatan pada Allah yang dilaksanakan tanpa ikhlas, tanpa keikhlasan, tidak memiliki nilai apapun dan tidak akan memperoleh pahala apapun. Bahkan, itu bisa jadi membukakan bagi seseorang kepada suatu hukuman yang keras, sekalipun amal ibadahnya berupa sesuatu yang besar di pandangan Allah, seperti mengeluarkan hartanya dalam berbagai sedekah, atau berjihad ataupun menuntut ilmu deen ini.

Ini dijelaskan dengan tegas dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Abu Hurayra, semoga Allah rida padanya. Rasulallah, sallallahu alayhi wasalam bersabda, “Orang pertama yang akan diadili pada Hari Kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Ia akan didatangkan dan disampaikan tentang keberkahan yang diberikan Rabb-nya kepadanya itu dan dia akan mengetahuinya. Lalu Rabb-nya akan berfirman kepadanya, ‘Mengapa engkau melakukannya?’ Dan orang itu akan menjawab, ‘Aku berjihad karena-Mu semata hingga aku mati syahid.’ Maka Allah akan berfirman, ‘Engkau berbohong. Sesungguhnya engkau berjihad agar orang-orang akan berkata bahwa engkau pemberani dan mereka benar-benar telah mengatakan itu.’ Lalu Allah akan memerintahkan agar orang itu ditarik berjalan diwajahnya dan dilempar ke dalam Api. Lalu seseorang yang menuntut ilmu dan belajar serta membaca Al-Qur’an didatangkan. Ia akan didatangkan dan disampaikan tentang karunia Rabb-nya itu kepadanya dan ia akan mengetahuinya. Lalu Rabb-nya akan berfirman kepadanya, ‘Apa yang telah engkau kerjakan?’ dan ia akan menjawab, ‘Saya belajar dan mengajar ilmu serta membaca Al Quran semata karena-Mu.’ Maka Allah berfirman, ‘Engkau berbohong. Sesungguhnya engkau belajar agar orang-orang akan berkata bahwa engkau seorang alim dan seorang qari dan mereka benar-benar telah mengatakan itu.’ Maka Allah akan memerintahkan agar orang itu ditarik berjalan di mukanya dan dilemparkan ke Api. Kita memohon perlindungan dari Allah dari yang demikian. Lalu seseorang yang telah dijadikan kaya oleh Allah dan telah diberi Allah segala jenis harta, didatangkan. Ia didatangkan dan disampaikan kepadanya tentang nikmat yang dikaruniakan Rabb-nya kepadanya dan ia mengetahuinya. Lalu Rabb-nya berfirman padanya, ‘Apa yang telah engkau lakukan dengannya?’ dan ia menjawab, ‘Saya membelanjakan hartaku di segala cara yang Engkau ridai harta itu dibelanjakan.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau berbohong. Sesungguhnya engkau melakukan apa yang engkau lakukan agar orang-orang berkata bahwa engkau seorang yang dermawan dan mereka benar-benar telah mengatakannya.’ Lalu Allah memerintahkan agar orang itu ditarik berjalan di wajahnya dan dilemparkan ke dalam Api.”

Adalah ikhlas dalam sebuah amal yang menjadikannya berharga di pandangan Allah, bukan pada amal itu sendiri, bahkan tidak juga jika itu memberikan seluruh harta diri seseorang, atau mati syahid atau membaca Al-Qur’an. Itu semua harus diamalkan sebersih-bersihnya, semata-mata ikhlas karena Allah, Rabbal Alamin.

Telah diriwayatkan bahwa Abu Hamid al-Ghazali pernah mendengar bahwa jika seseorang mampu memiliki keikhlasan, ikhlas kepada Allah selama empat puluh hari, mata air-mata air hikmah akan menyembur dari hatinya dan mengalir ke lidahnya, lalu ia berkata, “Saya sudah ikhlas kepada Allah selama empat puluh hari, namun tidak ada sesuatupun yang mengalir. Lalu aku berlaku ikhlas kepada Allah selama empat puluh hari lagi dan tetap saja tidak ada sesuatupun yang mengalir. Maka saya menyampaikan hal ini kepada seseorang ahli ilmu ruhani dan ia berkata kepadaku, ‘Ikhlas yang kamu lakukan itu adalah demi hikmah, engkau tidak ikhlas karena Allah. Engkau ikhlas agar hikmah bisa menyembur dan mengalir di lidahmu, engkau tidak ikhlas semata-mata karena Allah, Rabbal Alamin.” Allah tidak akan membiarkan amal-amal terkecil dan paling sepele yang dilakukan dengan ikhlas menjadi sia-sia.

Rasulallah, sallallahu alayhi wasalam bersabda, “Seorang laki-laki dari Umatku akan dipanggil di hadapan seluruh manusia di Hari Kiamat dan Sembilan puluh Sembilan lembaran akan dibuka di hadapannya, tiap-tiapnya membentang sejauh mata bisa memandang. Lalu ia akan ditanya, ‘Apakah engkau menolak satupun (dari amal-amal buruk ini)? Apakah sesuatu dari para pencatat-Ku yang telah menzalimimu?’ Dan ia akan menjawab, ‘Tidak ada, wahai Rabb-ku.’ Lalu ia akan ditanya lagi, ‘Apakah engkau punya alasan tertentu atau punya amal salih yang bisa disampaikan?’ dan ia kembali menjawab, ‘Tidak ada, wahai Rabb-ku.’ Namun akan difirmankan padanya, Sebaliknya. ‘Engkau memiliki satu amal salih. Engkau sungguh memiliki sebuah amal salih. Engkau tidak akan dizalimi hari ini.’ Dan secarik kertas kecil akan didatangkan, padanya tertulis, Ashhadu an la ilaha illah-llah wa anna Muhammadan abduhu wa rasuluh, aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Sehingga orang itu akan bertanya, ‘Wahai Rabb-ku, kertas apakah ini? Kertas apakah ini? Apa yang bisa dilakukannya di hadapan seluruh lembaran catatan keburukan-keburukan amal ini?’ Lalu akan difirmankan padanya, ‘Engkau tidak akan dizalimi hari ini.’ Dan seluruh lembaran-lembaran itu ditempatkan di sisi Timbangan, dan secarik kertas itu di sisi yang lain, dan secarik kertas itu akan menjadi lebih berat dari catatan-catatan tersebut.”

Ibn Uyayna berkata, Al-Mutarrif ibn Abdillah biasa mengucapkan ini dalam doanya, “Wahai Allah, aku memohon ampunan-Mu atas segala yang telah aku kerjakan, menyatakan bahwa itu semua kulakukan semata-mata karena mengharapkan Wajah-Mu, namun hatiku ternodai dan dikotori dengan sesuatu yang Engkau kenali. Ya Allah ampunilah kami dan tetapkanlah karunia ikhlas-Mu atas segala apa yang kami kerjakan. Sesungguhnya Engkau-lah Sebaik-baik Pengabul Doa. Amin.”

 

Sumber :
http://jumuamosquect.co.za/2015/10/30/shaykh-mourtada-khutba-on-ihklas/

Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Muqadim Malik Abdalhaqq Hermanadi.