‘Ishara atau isyarat, berarti petunjuk. Dinyatakan oleh Shaykh al-Akbar sebagai: “Bisa saja berupa kedekatan, dan kehadiran Yang Gaib, bisa juga dengan berjarak.”

Dengan ini sang guru menyatakan bahwa untuk mengalami secara penuh isyarat, haruslah terjadi pencerahan tentang ilmu yang ditunjuknya, jika tidak maka ia hanya jadi sekedar perumpamaan dan konsep. Isyarat dengan demikian adalah sebuah kejadian makrifat jika ia tercapai tujuannya. Shaykh Ibn ‘Atha-illah berkata dalam Hikamnya: “Sang arifin bukanlah dia yang, jika ia membuat isyarat menyadari bahwa Allah lebih dekat kepadanya dari pada isyaratnya itu. Malahan sang arifin adalah dia yang tidak lagi memiliki isyarat karena fananya diri dalam keberadaan-Nya dan absorpsi diri dalam tafakur pada-Nya.” Dengan ini kita menyadari bahwa isyarat-isyarat adalah sarana untuk memperjelas pemahaman, penajaman mata, penyucian tafakur, pelenyapan batas-batas, penyempurnaan makna-makna. Mereka adalah kapal penyeberang melintas sungai fikir dari tepian indrawi ke tepian maknawi.

Dikatakan bahwa: “Ilmu kita seluruhnya adalah isyarat. Jika ia diungkapkan, lenyaplah ia.”

‘Ishara, isyarat adalah bahasa perlambang yang digunakan para pencinta untuk merayu si pencari menuju arena kegembiraan dan penyaksian, digunakan untuk membangkitkan ruh agar kembali ke tanah air cinta. Inilah bahasa Diwan-diwan yang mulia: “Ia bicara tentang Layla, bulan, cangkir dan anggur.” Inilah ilmu yang baru kini bisa didekati oleh si pencari yang sudah bangun ketika tujuannya semakin mendekat jua.