Maqam, yaitu tingkatan stasiun. Shaykh Al-Akbar berkata: “Itu menyatakan terpenuhinya hak-hak peraturan-peraturannya secara menyeluruh.”
Dapat dikatakan, maqam dicapai jika si hamba telah teguh dalam suatu tingkat adab, baik dalam khidmat, pengabdian kepada Allah, maupun ketika ia telah mendapatkan kedudukan yang kukuh dalam keyakinan batiniah. Maqam-maqam itu awalnya mewujud, melintas sekilas, dalam bentuk ahwal (bentuk jamak dari hal), lalu menjadi tetap bagi si murid. Serupa dengan mewarnai kain, maka ia dicelupkan dalam warna yang sama lalu dijemur, dicelup dan dijemur, hingga warnanya pada suatu saat menjadi tetap. Saat pewarnaan menetap, maka maqamnya terwujud.
Si pencari bergerak dari maqam ke maqam. Dengan demikian ia mengalami peningkatan ilmu dan makrifat, itulah derajat tingkatan-tingkatan yang disebut dalam Al-Quran. Selanjutnya, maqamat orang-orang besar dapat menjadi suatu perangkap dan godaan. Jika berbagai tingkatan itu ialah godaan untuk para pencinta, bayangkan sebuah kata istilah musibah seperti apa yang bisa dipakai untuk menggambarkan kondisi si ulama yang tidak pernah mencium wanginya. Kami mohon kepada Allah untuk memelihara kalian agar selalu berada dalam golongan mereka yang beramal. Jika si pencari berada dalam genggaman tangan seorang Shaykh yang arifin maka ia tidak akan membiarkan muridnya berlama-lama di berbagai tingkatan itu, ia akan menyegerakannya pergi ke tempat pertemuan, sebagaimana para haji yang harus bersegera kepada syiar-syiar Allah di lembah yang suci. Saat engkau mendengar sedesah nafas dari bahasa maqamat, maka dekaplah Shaykhmu, jangan lagi melihat dengan mata, awasi dengan hati. Minumlah dari sumbernya, ambil gelas cangkirnya jika ia tiba padamu. Kini kobarkan kerinduanmu pada Sang Kekasih.