“Jika Dia membuka sebuah jalan bagimu dan membuat Ia engkau kenali, maka jangan khawatir tentang kurangnya amal-amalmu. Ia hanya membuka jalan itu bagimu karena Ia menginginkan untuk menjadikan Ia engkau kenali.

Tidakkah engkau melihat bahwa ketika Dia memberimu makrifat pada-Nya, engkau hanya bisa melakukan amal-amal untuk dipersembahkan pada-Nya?

Apa yang Ia beri padamu –
Apa yang engkau bawa bagi-Nya –
Betapa besarnya perbedaan antara keduanya!”

-Shaykh Ata’illah al-Iskandari, Al Hikam-

——

‘Pembukaan’ di sini bermakna persiapan dan kemudahan. Biasanya dipakai dalam makna kebaikan. Dalam hal ini kemudian diikuti dengan pengenalan atas berbagai hal indah dan berbagai cara kehadiran mereka. Apa yang dimaksud dengan pintu dan jalan masuk, serta ‘menginginkan dikenali’ artinya ialah menghendaki agar pengenalannya terjadi. Engkau berkata, “Seseorang memperkenalkan dirinya padaku,” jika dia berusaha mengenalkan dirinya padamu. Makrifat menjadikan hakikatnya ilmu dari apa yang diketahui, kokoh di hati, sehingga ilmunya itu tidak bisa meninggalkan hatinya.

Ketika Allah memberimu perwujudan dari AsmaNya, Yang Maha Agung, atau AsmaNya, Yang Maha Berkuasa, dan darinya membuka sebuah pintu dan sebuah jalan sehingga engkau mengenali-Nya melalui itu, maka ketahuilah bahwa Allah peduli padamu, berkehendak untuk memilihmu kepada keakraban pada-Nya, dan memutuskan dirimu bagi hadirat-Nya. Maka bergayutlah pada adab dengan rida dan berserah diri. Terimalah itu dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Jangan peduli dengan amal lahiriahmu yang terlewat karenanya. Ini ialah sebuah sarana kepada amal-amal hati. Dia hanya membuka pintu ini karena Dia berkehendak menyingkap sebuah tabir antara Dia dan dirimu. Tidakkah engkau tahu bahwa pengenalan-pengetahuan atas keagungan itu cara-Nya agar engkau datang kepada-Nya. Engkau terbimbing pada amalan lahiriah agar engkau tiba sampai melalui amal-amal itu. Ada sebuah perbedaan amat besar antara amalan berantakan dan hal-hal sakit yang kepadanya engkau dibimbing dan apa yang Allah karuniakan kepadamu berupa hadiah-hadiah berupa makrifat ilahiah dan ilmu-ilmu karunia ilahi.

Jadi, wahai murid, berbahagialah atas apa yang datang kepadamu dari berbagai pengenalan atas keagungan, deraan kekuasaan dan berbagai perkara seperti itu, seperti berbagai penyakit, penderitaan, kesusahan, ketakutan, dan segala yang membebani dan menyusahkan nafsu, seperti kemiskinan, kehinaan, disakiti oleh berbagai ciptaan dan perkara-perkara yang tidak disukai nafsu itu. Semua yang menimpamu dari berbagai perkara itu, sesungguhnya, berbagai keberkahan besar dan hadiah-hadiah yang banyak yang mengisyaratkan kekuatan kesidikkanmu karena besarnya pengenalan itu bersesuaian dengan sejauh mana sidikmu. Mereka yang memperoleh ujian terberat ialah para Rasul, dan yang terbaik selanjutnya dan yang terbaik kemudian. Kesidikkan itu diikuti. Ketika Allah berkehendak memendekkan jarak antara Dia dan hamba-Nya, Dia mengaruniakan beratnya ujian kepadanya hingga ia dimurnikan dan bersih, ia pantas bagi Kehadiran, sebagaimana perak dan emas dimurnikan oleh api hingga mereka pantas untuk berada di perbendaharaan sang raja.

Para Shaykh dan arifin senantiasa berbahagia berada dalam deraan tersebut dan memandang mereka itu sebagai berbagai hadiah. Shaykh ‘Ali al-‘Imrani menyebut mereka ‘Lailatul Qadar’ dan berkata, “Penyekapan itulah Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan.” Itu karena berbagai amalan kalbu yang dipanen si hamba pada saat tersebut. Satu atom darinya seperti bergunung-gunung amalan jasad.

-Al Hikam, Syarah Shaykh Ahmad ibn ‘Ajiba-