Satu hari saya melaksanakan shalat wajib di waktu shalat di masjid Qarawiyyin. Sesudahnya, semua orang sibuk dengan ibadah mereka. Beberapa shalat sunah. Beberapa membaca Al Quran. Beberapa belajar hadis. Beberapa sedang belajar. Beberapa diantara mereka membaca Dalail al-Khayrat, dan sebagainya. Ada seorang pria dekat saya yang mengaku-aku termasuk yang khas. Kami kenal dia sejak ia bergabung kepada shaykh kami, sebagaimana kami. Dunia ini telah melucutinya dari jubah kemiskinan dan yang tersisa hanyalah perkataan pengakuannya saja. Perkataannya telah memutusnya dari sang shaykh dan kami. Yang tersisa hanyalah kumpulan terendah.

Saya berkata kepadanya setelah selesai shalat, “Apakah orang-orang ini sedang berzikir ataukah mereka itu sedang lalai?” Ia tampak sesaat kebingungan harus menjawab bagaimana kepada saya, karena ia mengerti bahwa makna pertanyaannya itu tertuju kepadanya. Ia berkata, “Mereka tampaknya seperti orang-orang yang berzikir yang sedang membersihkan diri mereka.” Saya berkata, “Mereka yang berzikir itu bersama mereka yang lalai, mereka yang lalai bersama mereka yang berzikir, karena mereka memiliki apa yang engkau lihat sebagai sarana-sarana terhadap dunia ini, sedang pada saat yang bersamaan mereka itu miskin dalam dua urusan, miskin di dunia dan miskin di Akhirat. Mereka tidak memiliki keduanya karena mereka tidak tenteram bersama Rabb mereka. Jika saja mereka mengingati-Nya, atau boleh kami katakan, sungguh-sungguh beribadah kepada-Nya, mereka akan tenteram bersama-Nya dan segala gangguan akan meninggalkan mereka. Gangguan dan zikir kepada Allah itu tidak disatukan. Jika zikir kepada Allah hadir, gangguan menyingkir. Jika gangguan hadir, zikir kepada Allah menyingkir. Siapa saja yang mengaku-aku bahwa keduanya bisa disatukan, itu jahil kepada fadilah berzikir kepada Allah, sir-nya berzikir kepada Allah, atau kedudukan berzikir kepada Allah. Berzikir kepada Allah memiliki nilai amat besar dan suatu sir besar. Bagaimana tidak? Dia yang tenteram dengan zikir kepada Allah tidak akan disedihkan oleh ketakutan besar pada Hari Kebangkitan, apalagi musibah-musibah dan ujian-ujian yang menimpanya di negeri dunia saat ini. Adakah zikir atau ibadah bagi dia yang tercebur di lautan keragu-raguan dan ilusi khayalan? Demi Allah, kami tidak mengira bahwa ia memiliki kebaikan apapun.”

Salam.