Faqir, niat itulah obat sejatinya. Niat itu hadir bersama kami ketika kami mencari-cari seseorang yang akan membimbing tangan kami. Kami menemukan beliau di hadapan kami sedemikian dekatnya seakan tidak ada jarak diantara kami. Seakan-akan beliau berada di rumah yang sama bersama kami. Allah penjamin perkataan kami.
Beliau, semoga Allah meridainya, lahiriahnya jalal dan batiniahnya jamal, yaitu lahiriahnya tampak kehinaan hamba dan batiniahnya kemuliaan kebebasan. Betapa buruknya yang sebaliknya! Yaitu yang lahiriahnya mulia bebas dan batiniahnya kehinaan penghambaan. Atau bisa saja lahiriahnya Sunah, batiniahnya bid’ah, atau lahiriahnya halal, batiniahnya haram, atau lahiriahnya seperti tuhan, batiniahnya seperti setan, dan sebagainya. Mereka tercegah dari ketibaan karena mereka membiarkan asas landasannya rusak. Tidak ada keraguan bahwa jika yang khas, seperti mursyid kami dan yang serupa dengannya, memilih untuk menghinakan lahiriah mereka, Allah memuliakan lahiriah dan batiniah mereka. Mereka senantiasa penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Khalayak yang awam melakukan yang sebaliknya. Ketika mereka memilih untuk meninggikan lahiriahnya, Allah menghinakan lahiriah dan batiniah mereka. Mereka senantiasa berada dalam kekeruhan.
Junjunganku, semoga Allah meridainya, senantiasa rida dengan makrifat kepada Allah. Beliau tidak berpaling kepada yang wujud atau yang tersembunyi. Beliau hanya menatap pada apa yang ada antara dirinya dan Rabb-nya. Beliau tidak berpaling kepada pujiannya para pemuji atau umpatannya para pengumpat. Beliau sering menyebut syair berikut:
“Semoga Engkau selalu manis sedang hidup ini getir.
Semoga Engkau rida sedang orang-orang geram.
Semoga apa yang ada antara-Mu dan aku, penuh dan subur, dan apa yang ada antara aku dan dunia, hancur.
Jika cintamu terbukti sahih, maka semuanya mudah, dan semua yang ada di bumi itu tanah.”
Lidah hal-nya berkata, “Ya Allah! Celaan bersama makhluk dan menabir kesalahan bersama Allah!” Bukan sebaliknya, menutupi kesalahan bersama makhluk dan celaan bersama Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah…” (45:19)
Faqir, perhatikan beberapa perkataan beliau, semoga Allah meridainya, “Ketika khalayak sibuk dengan ibadah, maka kalian harus sibuk dengan Yang Diibadahi. Jika khalayak sibuk dengan cinta, sibuklah dengan Sang Pengasih. Jika khalayak sibuk mencari-cari karamah, maka sibuklah dengan pembicaraan intim. Jika khalayak sibuk mengulang-ulang wiridnya, sibuklah dengan Malikul Karim,” dan sebagainya.
Beliau juga berkata setelah diskusi sebelumnya. “Jika kalian tidak melihat-Nya pada segala sesuatu, kalian akan tertabiri dari segala sesuatu karena tafakur. Bagaimana segala sesuatu bisa tampak padamu sementara Ia-lah Yang Wujud? Ia-lah Yang Pewujud yang menjadikan segala sesuatu hadir. Bagaimana bisa segala yang lain tampak kepadamu jika Ia-lah Yang Mewujudkan? Ia-lah Yang Ahad, tidak ada selainnya. Jika kalian menyatukan yang berada dalam waktu terhadap yang diluar batas waktu, maka yang berada dalam waktu akan hancur punah dan yang diluar batas waktu tetap hadir. Jika sifat-sifat Sang Kekasih tampak, tabir dan yang ditabiri akan fana. Jika cahaya-cahaya tafakur tampak dalam perwujudan – tajalli, maka dia yang zuhud dan yang apa yang dizahidi akan fana.”
“Jika kalian tidak memanfaatkan berbagai benda, maka kalian telah meninggikan melampaui nilai mereka. Yaitu karena kalian tertabiri dari-Nya. Jika kalian menyaksikan-Nya pada berbagai benda itu, atau sebelumnya atau sesudahnya, maka kalian tidak tertabiri oleh mereka terhadap-Nya. Kesibukan kalian padanya itulah yang menabiri kalian dari-Nya. Jika kalian melihat bahwa keberadaan mereka sebagai ciptaan-Nya, kalian tidak akan tertabiri oleh mereka dari-Nya. Segala yang ada antara dirimu dan Yang Diibadahi ialah kegembiraan atas apa yang kalian miliki dan kesedihan atas apa yang tidak kalian miliki. Segala yang menabiri kalian dari karunia ialah sifat tidak terpuji itu. Jika bukan karena pelapor dan pengintip, maka kegembiraanmu bersama Sang Kekasih tidak akan sempurna. Jika bukan karena api dan sengatan lebahnya, nikmatnya sarang madu dan madunya tidak akan sempurna,” dan sebagainya.
Beliau, semoga Allah meridainya, berkata, “Siapa saja yang mengaku-aku telah meminum minuman ahli Tarekat, atau telah paham makna-maknanya, namun belum zuhud di dunia ini, dia itu seorang pendusta. Sebagaimana Taman itu terlarang bagi dia yang belum mati dan dibangkitkan kembali, begitu pula Taman Makrifat terlarang bagi dia yang nafsunya belum mati pada dunia ini, berbagai pengaturan dan pilihannya, terhadap keinginannya dan hasratnya, dan segala sesuatu selain Allah.”
Beliau, semoga Allah meridainya, berkata, “Demi Allah, jangan berkata ‘Aku’ sebelum fana. Kalian hanya akan memperoleh hidup setelah wafat. Matahari-matahari hanya akan bersinar bagimu setelah matinya nafsumu. Kalian tidak akan mencapai tujuan yang didamba sepanjang khalayak terus memujimu. Kalian tidak akan merasakan panganan iman, hingga kalian menyisih dari makhluk ciptaan. Kalian hanya akan memperoleh kesejahteraan setelah fana kepada ahli fana. Jika tabir-tabir disisihkan bagimu, kalian akan menatap Sang Kekasih pada zatmu. Jika tabir-tabir ilusi menyisih darimu, kalian tidak akan melihat apapun di kehidupan selain Rabb-mu. Jika diri kalian sehat dan terbebas dari keburukan, Yang Hak akan tiba dan yang batil akan punah,” dan seterusnya. Diantara manfaat-manfaat beliau, semoga Allah meridainya, ialah terjadinya keajaiban-keajaiban.
Salam.