Daras tentang Akidah dan Cinta
oleh
Shaykh Moulay Mortada El-Boumashouli
Afrika Selatan, 2023

Akidah hanya dapat diraih dengan cinta. Apa yang telah membawa laki-laki ini kepada kita ialah cintanya pada Din ini, karena cinta adalah sesuatu yang dapat menggerakkan seseorang. Itulah mengapa ketika Nabi Ibrahim, alayhissalam, berbicara tentang matahari, bulan, dan bintang-bintang, beliau berkata, “Aku tidak mencintai yang terbenam.” (Surat Al-Anam ayat 76). Apa yang menunjukkan kepada kita Tawhid Afal Allah ialah zikrullah. Itu terjadi di permulaan zikir. Nabi Ibrahim berkata, “Aku berlepas diri dari ini semua dan aku mengarahkan diriku kepada Dia Yang Menciptakan langit dan bumi.” (Surat Al-Anam ayat 77-78). Pada ketika itu, ia perlu untuk mengetahui sifat-sifat dari sesuatu yang ia sembah. Kini ia membutuhkan penjelasan. Sarana kepada sifat-sifat hanya dapat terjadi melalui cinta, dan tempat dari cinta ini ialah hati (kalbu). Sumber dari cinta ada di hati. Allah tidak dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan akal. Tidak ada yang mencintaimu dengan akalnya. Tidak ada yang mencintaimu dengan sepasang mata mereka. Tempatnya cinta ialah hati. Saat engkau mencintai seseorang, engkau berkata, “Kau berada di dalam hatiku.” Saat engkau mencintai seseorang – seperti yang telah kita katakan kemarin – engkau melihatnya pada segala sesuatu. Engkau melihatnya pada pepohonan, pada bayi kecil, pada perbedaan warna-warna, pada perbedaan gender, pada semut yang merayap di tanganmu, engkau melihat yang telah menciptakannya. Engkau menatap Allah dalam segala sesuatu. Mengapa? Karena hatimu mencintai-Nya. Sifat-sifat-Nya tidak dapat dijelaskan karena tidak ada yang serupa dengan-Nya. Tetapi apa yang menjelaskan sifat-sifat-Nya ialah apa yang kita lihat di sekitar kita di seluruh banyaknya benda ciptaan.

Kemudian kita melihat ke pada Zat. Zat Allah. Engkau dapat mengatakan bagaimanakah Zat Allah? Tidak ada yang wujud yang memiliki keserupaan dengan-Nya, jadi Dia tidak mungkin terkandung pada ciptaan-Nya. Bagaimana Allah dalam realitas? Bukti yang masuk akal engkau butuhkan dalam mengetahui bagaimana Ia, jadi kita mungkin bertanya, Apakah engkau memiliki akal? Ya, aku memiliki akal, aku berpikir dengannya. Saat aku melihat sesuatu yang berbahaya, aku tidak mendekatinya, dan saat aku melihat sesuatu yang baik, aku mendatanginya. Sesuatu yang mengendalikanku adalah akalku. Aku ingin mengetahui akal ini, berikan aku bukti bahwa engkau memiliki akal. Berikan aku sesuatu yang nyata untuk mengetahui apakah akal ini, apakah seperti sebuah atom? Apakah seperti segumpal daging? Apakah itu? Aku ingin mengetahui bagaimana akal itu. Kita tahu bagaimana sebuah mata itu, kita dapat lihat bagaimana sebuah mata itu, dan kita dapat melihat pada telinga dan bentuknya. Kita bisa melihat tangan dan kaki, tapi aku tidak bisa melihat akalmu, dimana itu? Aku memilikinya tapi dimana itu? Engkau tidak bisa memahami bagaimana akal itu. Jika engkau bahkan tidak dapat melihat dan memahami akalmu sendiri, bagaimana mungkin engkau dapat memahami hakikat Allah? Ini adalah sebuah sempurnanya ketidakmampuan dan ketidakmungkinan insan dengan akalnya yang sangat sederhana dan primitif.

Memahami ini realitasnya diraih dengan bukti-bukti. Ciptaan ini ialah bukti keberadaan Allah. Memilih apa yang baik dan meninggalkan apa yang keliru, adalah bukti bahwa engkau memiliki akal. Ketibaan pada Tawhid Zat memiliki suatu konsekuensi dan tercapainya hasil berupa makam Baka dan alasan untuk terus berzikir agar Iman kita terus berlanjut dan menguat.

Kasidah ini seperti tongkatnya Sayyidina Umar radhiallahu‘anhu yang memukul kepala salah satu Sahabat. “Aku pergi menjumpai Umar dan bertanya padanya, ‘Bagaimana hakikat Allah?’ dan ia sedang memegang tongkat di tangannya lalu aku dipukulnya. Saya punya pikiran-pikiran aneh dalam benakku, dan mereka membisikan bahwa hanya tongkat Umar yang dapat menghilangkannya.” Ini berarti jangan berpikir tentangnya! Tinggalkan akalmu! Cintai dengan hati! Itulah mengapa Shaykh Muhammad ibn al-Habib selalu mengatakan padamu untuk dawamkan Allah di dalam hatimu, cintai Allah, dan baka-lah bersama Allah. Tiga hal ini berhubungan dengan hati, tetapi jika engkau memiliki pikiran-pikiran yang aneh, kembalikanlah urusannya kepada cinta, iman, dan keyakinan. Inilah jawabannya.