Darbala – pakaian bertambal – dan saudara-saudara kita, para rijal Allah.

Bismillahirrahmanirrahim wassalallahu ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wasahbihi wassalim.

Saya telah menghubungi Shaykh Moulay El Mortada (Sidimortada), dan berkata padanya bahwa sejumlah murid dan beberapa orang lain telah bertanya tentang makna pakaian bertambalan, atau yang dikenal sebagai “Darbala”, dan apakah hal ini ada asal usulnya di Sunnah dan di tarekatnya orang-orang.

Beliau menjawab saya, dengan berkata:
Mengenakan pakaian bertambalan itu suatu hal alami dan perkara tak dipungkiri sepanjang sejarah manusia. Hal ini juga masyhur di zaman Rasulullah, sallallahu ‘alayhi wassalam wa alihi, dimana beberapa Sahabat hanya mampu menambal pakaian mereka, sehingga urusan ini hal biasa saja di antara mereka, hingga yang miskin bisa dibedakan dengan yang mampu dan kaya melalui pakaian bertambal ini.

Kemudian karena berjihad atas nafsu itu dilakukan dengan menyisihkan apa yang disukainya, maka perihal pakaian itu diterapkan oleh para ahli makrifat. Itu terjadi ketika Sayyidina Umar ibn al-Khattab, semoga Allah meridainya, menjadi Amirul Mukminin, dan nafsunya menyeru dirinya untuk menunjukkan kedudukan utamannya di atas khalayak dengan memakai pakaian termewah. Lalu beliau menentang nafsunya itu dengan memakai pakaian bertambalan dan pergi ke pasar membagikan air dingin kepada khalayak ramai.

Ini menjadi dasar hal itu diteladani oleh setiap mereka yang berjihad menentang nafsunya untuk membersihkannya. Di antara mereka yang melakukannya ialah junjungan kita Umar bin Abdulaziz, Al-Hassan Al-Basri, Abu Hanifa, Moulay Abdul Qadir Al-Jilani, Abu Zaid Al-Bastami dan yang lain, semoga Allah meridai mereka.

Masyhur dikenal bahwa Sang Majedub ialah dia yang ditarik ke dalam hadirat Allah dan akrab pada-Nya. Dia tidak peduli pada penampilannya dan tidak peduli kepada mereka yang merusuhinya. Seperti dikatakan seorang Arif, “Engkau mengenakan seuntai tasbih dan berbaju darbala dan engkau tidak peduli.” Mereka itulah yang biasa mengenakan darbala, khususnya di Maroko. Di antaranya ialah Sidi Abd al-Rahman al-Majdub, penulis kitab masyhur Al Hikam.

Jadi jika kalian menyaksikan seseorang mengenakan pakaian bertambal di jalan, maka kalian mengerti bahwa dia seorang Majedub yang tidak peduli. Dan di zaman kita ini, saya telah menjumpai mereka yang demikian itu. Saya menjumpai di banyak zawiyya khalayak ruhani seperti ini yang dikhususkan melalui wilayah tersembunyi dan hadirat ilahiah. Allah telah memuliakan mereka dengan musyahada, kasyaf dan kata-kata hikmah karena Allah dan dalam Allah.

Tentang baju bertambal, yang saya warisi dari ayahku, Sidi Muhammad al-Basri, semoga Allah merahmatinya, beliau bercerita padaku bahwa suatu kali beliau melihat seorang Majedub memakai baju seperti itu dan beliau menyukai potongan dan kesederhanaannya. Allah menyingkapkan hal itu pada si Majedub, maka dia mencopot bajunya dan memberikannya pada ayah saya.

Ayah saya biasa menggunakan pakaian penuh berkah ini di dua acara, saat ia ingin memperlihatkan kegembiraannya pada tamu-tamunya dan ketika ia harus melakukan salat mohon hujan. Setiap kali ia melaksanakan salat itu memakai pakaian tersebut, hujan akan turun.

Saya telah menyatakan di komentar FB bahwa pakaian bertambal kami itu tidak menunjukkan suatu arah atau afiliasi tertentu, sebab baju bertambal ini sudah berumur 60 tahun atau lebih. Baju itu lebih tua dari afiliasi apapun, dan tidak merujuk pada tarekat dan keanggotaan tertentu. Baju itu pengingat bagi jiwa atas nikmat Allah padanya di masa begitu banyak jenis-jenis pakaian tersedia. Dan Allah amat suka menyaksikan akibat berkah-Nya pada hamba-Nya.

Saya juga ditanya perihal satu kumpulan tertentu yang mengenakan jenis pakaian ini secara resmi di setiap waktu. Kumpulan ini berasal dari utara Maroko yang mengingat Allah dan bersalawat pada Rasulallah sallallahu ‘alayhi wa alihi wassalam, dan meneguhkan asas-asas madzhab, akidah, perilaku ruhani, dan amirat kepemimpinan di Maroko. Jawaban saya: mereka itu saudara-saudara kita. Shaykh kita, Sidi Muhammad bin Al-Habib, semoga Allah meridainya, mengutarakan kebenaran ketika beliau mengatakan dalam dialek Maroko, [yang artinya], “Siapa saja yang mengucapkan ‘La ilaha illa Allah’ adalah saudara kita.”

Jalan-jalan setapak yang membawa kepada Allah itu banyak, dan tarekat kita bukan satu-satunya. Karenanya tiap-tiap kita haruslah teguh menempuh jalan setapak, cara dan madzhabnya. Semoga Allah merahmati Imam Al-Hassan Al-Shadhili ketika beliau menyatakan di kasidahnya cabang-cabang tarekatnya, mengkonfirmasi bahwa semuanya berasal dari beliau, semoga Allah rida kepada mereka semuanya:

Beberapa dari kami wafat dalam wudu
Sebagian dari kami wafat dalam taharah
Ada dari kami yang hidup di puncak gunung
Ada juga dari kami yang hidup di kedalaman gua
Beberapa dari kami saum dan tidak peduli berbuka dengan garam dan rerumputan dari gurun
Sebagian dari kami saum tiap-tiap hari
Ada dari kami yang tidak mengerti bagaimana itu bisa terjadi
Kepada sebagian dari kami Allah memberinya kemuliaan
Tidak dengan banyaknya saum atau terus terjaga
Sebagian dari kami ialah Shaykh Mursyid
Pimpinan jamaah dan pemilik kehormatan
Amat peduli pada siapapun yang mendatanginya
Merawatnya dengan ikhlas bahkan jika si murid terus mengikuti syahwatnya
Sebagian dari kami mengembara di berbagai ilmu Al Qur’an, zikir dan tafakur
Sebagian kami hanyut dalam sama’
Terbang memainkan kecapi dan menabuh rebana
Sebagian dari kami tergila-gila di dalamnya
Lupa diri, melempar batu
Sebagian dari kami telanjang di dalamnya
Tak merasakan dingin atau panas
Sebagian dari kami tersembunyi di dalamnya
Tersembunyi, tidak mengunjungi juga tak dikunjungi
Sebagian dari kami terbang di udara
Sebagian dari kami pergi kemana-mana semaunya
Sebagian kami memiliki Timur dan Baratnya
Seluruh cakrawala ada dalam kuasanya
Hal-hal rijalnya Allah itu samudera yang amat dalam
Samudera yang dasarnya tak diketahui
Terimalah hal setiap rijalnya Allah
Jangan menyalahkan dan jangan mencela
Semoga Allah meridai mereka semuanya
Para rijal Allah, yang besar dan yang kecil.

Mohamed El Mortada Elboumeshouli
Allah pelindungnya