Orang tersebut lalu harus bergerak keluar, ia harus bermasyarakat. Selanjutnya ia harus berlaku benar. Ada dua cara seseorang menatap kehidupan: satu dia berkata bahwa salahnya ada di sana di luar, dan yang satu lagi adalah dengan berkata, Kesalahannya ada pada diriku. Jika saya memperbaiki diriku sendiri maka itulah sejauh mungkin yang mampu saya lakukan. Allah telah menciptakan makhluk manusia untuk belajar hanya melalui satu jalan yaitu dengan meniru. Inilah satu-satunya cara belajar yang dimiliki spesies tertinggi dari monyet ke atas! Ini adalah bagian fitrah hewani kita, hanya saja peniruan manusia memiliki suatu dimensi spiritual. Jika saya memberitahumu untuk melakukannya, sesuatu akan terjadi, namun itu hanyalah informasi. Jika saya lakukan dan engkau melihatnya, dan engkau memahaminya, maka kalian akan melakukannya seperti itu. Inilah yang disebut belajar. Inilah Sunah itu. Rasul melaksanakannya, dan karena para Sahabat memahaminya, mereka meneruskannya, mereka tidak mencatatnya dalam buku-buku, mereka merekamnya dalam amal. Maka saya tidak harus berkata, Akhi karena amal saya telah membuktikan bahwa saya adalah akhi-mu.
Para penyair berkata jika cinta diutarakan maka halnya berakhir, hilang. Inilah rahasia utama dari seluruh transaksi Islam itu. Inilah halnya dari sejak hari pertama hingga ke akhirnya, yang disampaikan Rasul seluruhnya melalui kenabian-nya. Muslimin adalah seperti dua tangan saling mencuci. Jika Muslim badui di padang pasir tertusuk duri, dia yang berada di kota merasakan sakitnya. Jangan ceritakan kepadaku hal-hal burukmu, saya ingin hadir bertemu dengan bersangka baik kepadamu. Sepanjang waktu, Rasul, sallallahu alayhi wa sallam, meninggikan Sahabat agar menjadi makhluk terbaik. Al-Deen mu’amala. Untuk menjadi bersaudara cukup dirimu-lah yang menjadi baik. Sidi Ali al-Jamal dari Fes berkata, Seorang alim bisa membangun sebuah kota, namun sebuah kota tidak bisa membuat seorang alim. Tidak ada Kementrian Pendidikan. Pendidikan itu melalui transmisi dan manusia itu seperti kamera: jika ditempatkan di hadapannya sebuah benda lalu dia menekan tombolnya, karena cahaya yang ada di objeknya, maka citranya lalu tercetak padanya.
Adab tidak diajarkan melalui lidah. Adab diajarkan melalui peniruan. Apakah adab terbesar itu? Shalat. Adab kepada Allah, subhanahu wa ta’ala. Bagaimana kita melaksanakan Shalat? Seribu empat ratus tahun kemudian, karena dia melihat ia yang melihatnya, sepanjang seribu empat ratus tahun, kita tahu bagaimana melaksanakan shalat. Bukan dari seseorang ke seseorang, melainkan Madinah al-Munawarah. Inilah kenapa Imam Malik, radiyallahu anhu berkata, Jangan katakan kepada saya bahwa fulan bin fulan memperolehnya dari fulan bin fulan, yang memperolehnya dari fulan bin fulan, karena kemudian kita akan kehilangan Deen itu. Di tempat ini orang-orang yang telah mengambilnya dari Rasul telah meneruskannya. Inilah yang disebut amal Ahli al-Madinah. Inilah landasan pengajaran Islam, ini bukan sebuah perkara madhhab, inilah Deen Islam. Karena itu Ibn Taymiyya, yang tidak terhubung kepada Imam Malik secara demikian, berkata, ‘Tanpa amal Ahli al-Madinah kalian tidak bisa memiliki Islam.”
Bahkan mengajarkan kanak-kanak seluruh Al Quran itu belumlah cukup. Mengapa? Aisha, radiyallahu anha, ditanya tentang Rasul, Seperti apakah beliau itu? Ia menjawab, Baginda seperti Al Quran berjalan. Inilah yang kami sebut Kitab wa Sunna, dan inilah yang harus ditransmisikan. Ini tidak diajarkan oleh guru di sekolah, ini bukan informasi, ini adalah perilaku, amal. Jika kalian beramal untuk menunjukkan apa yang benar itu, maka kalian akan kehilangan penghargaan orang-orang. Untuk mendemonstrasikannya ini sebuah kisah ringan: Imam masjid di London suatu kali menghubungiku dan berkata, “Shaykh Abdalqadir, saya akan menunjukkan bahwa kita semuanya bersaudara.” Ada seseorang bertubuh amat besar memakai tarbus, tidak berjanggut, dan si imam tadi berkata, “Untuk menunjukkan bahwa kita bersaudara maka saya perkenankan dirimu bersalaman dengan pria hebat ini. Ini mufti dari Belgrade.” Mufti Belgrade itu, yang tidak berjanggut, selintas menatap si imam dan kemudian berkata, “Mufti besar dari Belgrade!” Jadi kedudukan pria itu menjadi semakin tinggi dan saya semakin melorot!
Berkebalikan dengan ini: saya mengutus beberapa orang untuk menemui seorang shaykh tasawuf di pegunungan Atlas (Maroko) dan mereka menginap bersamanya selama tiga hari, kemudian mereka berkata, “Dia bukan seorang shaykh”. Saya bertanya, “Kenapa?” Mereka menjelaskan, “Bukan, bukan. Kami tahu dia bukan seorang shaykh.” “Apa yang terjadi ketika kalian tiba di sana,” tanya saya. Mereka berkata, “Jadi, ketika kami tiba di sana, dia lalu pergi untuk menyiapkan air di kamar kecil, lalu ketika kami keluar setelah bersih-bersih ia datang menghidangkan kurma dan susu untuk kami. Lalu ia menyuruh anak-anaknya mengambil baju kotor kami dan mencucinya.” Saya bertanya lagi, “Lalu apa yang terjadi?” Mereka jawab, “Lalu dia membawa kami ke hamam (bilik mandi uap/air panas) untuk mandi, lalu dia memberi makan kami.” “Lalu apa lagi yang terjadi?” tanya saya, dan mereka menjawab, “Begitulah adanya, selama tiga hari.” Saya berkata, “Ketika kalian pamitan, apa yang terjadi?” Mereka menjawab, “Dia menitipkan kepada kami tas berisi kurma untukmu, dan zaitun-zaitun ini, lalu ia memberi kami masing-masing sebuah jelaba – jubah panjang bertudung dan uang tiga ratus dolar, dan berkata, ‘As-salaamu ‘alaykum‘.” Saya berkata, “Jika itu bukan perilaku seorang shaykh, maka saya tidak tahu bagimanakah seorang shaykh itu!” Seluruhnya khidmah. Apakah itu? Setitik kecil dari bagaimana perilaku Rasulullah, sallallahu ‘alayhi wa sallam, sejak dari hari pertama kehidupan Baginda. Ini bukanlah urusan khususnya para shaykh, ini adalah urusan bagi semua Muslim, dan siapapun yang melakukannya maka dialah seorang shaykh, pemimpin, negarawan, partai politik dan dialah yang memperoleh kemenangan, karena pada dia yang berkhidmah maka seluruh makhluk berkhidmah padanya. Inilah politiknya Islam.
Sumber: https://bewley.virtualave.net/brotherhood.html
Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Muqadim Malik Abdalhaqq Hermanadi.