Jam’ al-Jam’ yaitu penyatuan atas penyatuan. Disebut oleh Shaykh al-Akbar sebagai: “Sepenuhnya terkonsumsi dalam Allah.”

Maka setelah dua istilah farq dan jam’ haruslah kini ditambahkan istilah ketiga. Si faqir kini berada dalam keadaan untuk memahami bahwa jika ajaran tauhid mendalam yang sedang didekatinya harus menjadi menyeluruh maka harus ada satu jalan, yang pada tahap ini belum terjelaskan dan terpahami, dimana dengannya kita dapat mengesahkan kenyataan itu tanpa diri kita berada padanya melalui tiap-tiap cara pengalaman apapun. Allah mengesahkan Allah dengan lidah Allah dan bukan sekedar Allah disahkan dengan lidah hamba-Nya. Namun harus disadari bahwa ini bukan suatu penambahan kepada pengalaman, satu ‘perapihan’ ajaran tauhid, atau satu pemaksaan keadaan atas ‘kesimpulan logisnya’. Sudah jelas bahwa ajaran yang sedang kita hampiri tidak terkait dengan logis atau tidak-logis. Tidak ada paradoks dan pertentangan yang bisa muncul dari pengajaran ini. Ia dikenali dalam hati dia yang mengenalinya, dan kosong pada lidah dia yang membincangkannya. Jam’ al-Jam’ ialah asma suci Al-Alim di lidah si alim, ialah asma suci Al-Waliu di lidah si wali, dan ia berasal dari arena ilmu dan kumpulan sahabat, tidak bisa dimasuki, tidak bisa ditembus, tertutup rapi, azimatnya kebenaran.