Ar Rahman hanya bisa dilihat dalam perwujudan seperti Arsy, Kursi, Buku Catatan atau Sidratul Muntaha.

Akal tidak mampu memahami kodrat Sifat-Sifat Rabb melalui ketersibakan, apatah lagi memahami apakah alam itu sendiri.

Karenanya serang sifat-sifat nafsumu dan hapuslah mereka,…

Bagaimana caranya kalian menghapus sifat-sifat nafsumu? Ism al-Mufrad – Allah, Allah, Allah… Inilah tasawuf – Allah, Allah, Allah, Allah…

..dan kalian akan ditolong oleh cahaya-cahaya abadi Sifat-Sifat.

Namun apakah itu Sifat-Sifat? Sifat-Sifat Asali adalah menyaksikan, mendengar, perkataan, kehidupan – hayyu – dan kekuasaan. Ini adalah sifat-sifat dirimu. Ini terjadi ketika si Sufi menjadi muzzammil, ia membungkus dirinya dengan jubahnya sambil mengucapkan Allah, Allah, Allah, Allaaaaaaaah – dan perlahan-lahan namun pasti penglihatannya akan sirna, pendengarannya akan sirna, hayyu-nya akan sirna, ia akan berhenti bernapas. Seluruh sifat-sifatnya, kekuatannya akan sirna dan yang akan ada adalah Asma-Nya.

Ketika saya melakukan khalwa bersama Shaykh kedua saya, Shaykh al-Fayturi, rahimahu’llah, dari Benghazi, Libya, beliau akan datang menjenguk dan bertanya, “Apa yang telah terjadi?” Saya berkata kepada beliau, “Saya berhenti berzikir, saya tidak mampu melanjutkannya, namun kemudian saya mendengar zikirnya.” Dan beliau berkata, “Betapa mengagumkan. Engkau berusaha mencari Asma Allah dan ternyata Asma Allah mencarimu.”

Maka kalian akan menyaksikan para pencinta yang menjadi mabuk karena cahaya-cahaya-Nya, Dan pencinta yang paling mabuk adalah dia yang telah diberikan ijin khusus.

Tidak ada pembatasan apa yang bisa diutarakan oleh mereka yang sedemikian rupa terlanda kewalahan, karena Allah, atau bagi mereka yang diberi Izin.

Orang-orang yang memiliki sebuah Izin, sebuah perkenan, bisa mengajarkan tentang hal ini dan hal ini dapat menyebar karena mereka tidak akan mengatakan sesuatu yang tidak benar, yang merupakan sebuah adab yang buruk kepada Allah, subhanahu wa ta’ala. Kepada mereka yang mabuk, kita memberikan mereka pengecualian karena mengatakan apa yang telah mereka katakan. Kita harus mengabaikan apa yang mereka katakan sebagai sesuatu yang mengejutkan, karena kedengarannya seakan-akan mereka itu menentang Syari’at. Salah seorang murid Imam Junayd, radiya’llahu anhu, di Baghdad biasa mengalami hal kemabukan, dimana dia menyatakan bahwa dirinya adalah Ilahi. Para ulama mau menangkapnya karena hal itu, hanya saja Shaykh-nya selalu melihat kedatangan saat seperti itu dan beliau membawa muridnya itu, Shibli, untuk ditahan di sebuah rumah sakit jiwa sehingga para ulama tersebut tidak bisa menyentuhnya. Beliau biasa berkata, “Ayo segera bawa dia ke rumah sakit jiwa”, dan pergilah mereka membawanya ke sana. Di sana, muridnya ini akan mengatakan berbagai hal berupa seakan mengaku-aku ketuhanan, yang tidak akan saya sebut lagi di sini. Dan mereka akan berkata bahwa, dia sinting, sehingga dia tidak diapa-apakan. Namun akhirnya dia begitu mabuknya ketika mengatakan hal-hal seperti itu, sehingga para ulama, yang sebenarnya iri kepada Imam Junayd dan ingin menjatuhkannya, menangkap Shibli dan mengadilinya hingga memberikan hukuman mati padanya. Mereka membawa putusan hukuman mati itu kepada Imam Junayd untuk ditandatanganinya. Imam Junayd sedang berada di zawiyyanya, memakai muraqqa-nya, jubah bertambalnya, lalu ia mencopot jubah Sufinya itu dan mengenakan jubah Qadi nya, ia memakai jubah itu dan menulis, “Di mata Syari’at dia bersalah, di mata Hakikat, Allahu alam.”

Inilah titik terbaik dalam urusan ini di masa itu, dimana perihal seperti itu adalah urusan hidup dan mati. Kini tidak seorang pun peduli pada apapun. Sehingga tasawuf harus berjuang melawan khalayak yang ingin menjadikannya sesuatu yang sentimental, murahan, populer dan emosional. Di suatu masa, tasawuf adalah urusan hidup dan mati.

Beliau mengatakan tentang orang-orang yang demikian terlanda kewalahan karena Allah:

Inilah mereka yang telah menyapu bersih nafsunya dan menyelami setiap kedalaman lautan cinta,

Maka berserah dirilah kepada mereka karena engkau melihat cinta yang begitu bergairah,
dan raqs tarian napas dan dendang mereka dalam zikirnya kepada Sang Kekasih.

Beliau berkata, “Berserahlah kepada Hadranya, Hayy Llah, Hayy Llah, Hayy Llah, inilah orang-orang yang mabuk bersama Allah, subhanahu wa ta’ala, yang mencintai Allah, subhanahu wa ta’ala, berserah dirilah kepada mereka. Berserah diri kepada dendang mereka, La ilaha illa’llah, La ilaha illallah, La ilaha illa’llah. Berserahlah kepada tarian mereka, kepada Hadra.

Jika kalian telah merasakan sesuatu makna dari perkataan kami, maka kalian tentu telah mengalami setiap hal-nya.

Dan, saudaraku, kalian akan menanggung kesulitan-kesulitanmu dengan sabar, dan kalian akan merobek jubah-jubah rasa malu dan tinggi hatimu,

Kalian akan berkata kepada pimpinan para Sufi itu, Jadikan kami mencintai Asma-Nya!
Tidak ada rasa malu dalam kasidah itu, begitu juga dalam cinta itu!

Sayangnya, siapa pun yang menjadi hamba nafsunya sendiri, ia terputus dari rahasia-rahasia jalan setapak ini.

Seluruh pendidikan moderen, seluruh pesan dan filosofi sinema dan televisi itu mengajari khalayak bahwa mereka haruslah menjadi tuan dari kismat (nasib, Peny.) mereka, mereka harus bertindak mengambil kendali. Mereka harus menjadi seperti orang-orang yang ikut Olimpiade berlomba dan menang, lalu mereka harus meluapkan perasaan dengan gerakan sia-sia memukulkan tangan ke udara. Mereka bisa memasukkan sebuah bola ke sebuah lubang dan mereka memukul udara seakan-akan itu adalah sebuah kemenangan. Mereka itu tidak berkuasa atas apapun. Mereka itu berada dalam kelamnya kegelapan dan kejahilan. Beliau berkata, “Siapa pun yang menjadi hamba nafsunya sendiri terputus dari rahasia-rahasia jalan setapak ini.”

Segala sesuatu di dunia ini dalam seratus tahun terakhir ini, digerakkan oleh filosofi kekuatan keinginan. Semua filosofi besar abad lalu itu membahas tentang keinginan ini dan bagaimana cara mengendalikannya dan menginginkan agar hal-hal terwujud. Dampaknya di muka bumi adalah kematian jutaan dan jutaan orang, di Rusia, Jerman, Afrika Selatan, di tengah Afrika, khalayak dihabisi karena mereka berusaha menguasai melalui keinginannya. Keinginan itu milik Allah, subhanahu wa taala. Itulah mengapa Allah, subhanahu wa ta’ala, mendidik Rasul, salla’llahu alayhi wa sallim, sebagai Rasul Allah, dengan berfirman, “Jangan engkau katakan engkau akan melakukan sesuatu kecuali engkau katakan ‘InsyaAllah‘.” Kini orang-orang berkata seperti ini, “Itu akan kering besok,” dan kemudian mereka imbuhi, “InsyaAllah.” Itu tidak ada hubungannya dengan masyi’a Allah. MasyaAllah itu adalah yang akan memisahkanmu dari amalmu, andainya kalian berpikir bahwa itu terjadi karena penguasaanmu atasnya. “Saya akan melakukannya, insyaAllah.” Di situlah masyaAllah hadir. Bukan seperti khalayak berkata, “InsyaAllah, insyaAllah.” Itu tidak bermakna apapun. Itu tidak berada di bawah masyi’a Allah, itu berada di bawah Qudra-Kodrat Allah. Sesuatu itu terjadi karena idhn – izin Allah, hanya saya akan melakukannya insyaAllah. Kita akan bertemu besok, insyaAllah. Dengan kata lain, sebelum kalian mengaktifkan segalanya, keinginannya, keinginan itu sesungguhnya yang menentukannya, sudah menentukannya dan akan terus menentukannya, adalah keinginan Allah, subhanahu wa ta’ala, yang melingkupi seluruh takdir-takdir pribadi insan manusia.

Musuh paling menentang manusia adalah nafsunya,
yang merintanginya memperolehi Hakikatnya.

Musuh terhebat manusia adalah nafsunya. Yang berarti bahwa mereka yang bisa memimpin muslimin beramal yang diridai Allah, hanyalah mereka yang telah mengalahkan nafsunya dan berada dalam ketaatan kepada Allah, subhanahu wa ta’ala. Maka mereka itu tidak akan menjunjung pikiran sia-sia bahwa ada sesuatu yang disebut Amerika, kemudian kita bisa menyatakan perang kepadanya. Tidak ada yang namanya Amerika Serikat. Itu tidak ada. Kalian tahu, bahwa khalayak yang menjalankannya, bahkan tidak bisa mengendarai sebuah bus. Dunia itu tidak tertata seperti itu lagi. Karena pikiran sia-sia bahwa ada sebuah dunia nyata dimana kalian bisa beroperasi, hanya mengakibatkan bencana bagi orang-orang dan telah memburukkan nama Islam di seantero dunia. Mereka yang telah menaklukkan dengan ber-fi sabilillah dan mereka yang telah melaksanakannya fi sabilillah, seperti para Khalifah Istanbul dan Para Sultan Moghul di India, mereka inilah orang-orang seperti telah disebut di atas.

Di malam hari sebelum sebuah pertempuran dengan orang hindu, seorang Jenderal utamanya Sultan Moghul pergi dan beralih pihak untuk bertempur bersama orang-orang hindu itu. Sang Sultan beranjak ke dalam tendanya dan salah seorang Jenderalnya mengikuti beliau dan melihatnya melaksanakan sholat dua rakaat. Jenderal itu berkata, “Yang mulia, jangan putus asa, kami setia bersamamu.” Sultan menjawab, “Tidak, saya tidak berputus asa, saya bersyukur kepada Allah karena jika jenderal itu membelot dari kita di padang pertempuran, kita pasti kalah. Namun Allah membuatnya meninggalkan kita sekarang, dan sekarang kita tahu siapa saja pasukan yang setia bersama kita. Sekarang kita pasti menang.” Beliau sedang berjuang fi sabilillah karena itu, kejadian itu bukanlah sebuah kemunduran. Jika beliau sekedar seorang Jenderal yang sekedar berpikir tentang logistik maka kejadian itu adalah bencana, namun beliau itu sedang berjuang fi sabilillah dan beliau melihat peristiwa itu sebagai hadiah dari Allah untuk menjamin bahwa pasukannya akan selamat, dan bahwa mereka akan memperoleh kemenangan. Ini adalah kebalikan dari apa-apa yang baru saja kita saksikan akhir-akhir ini.

Maka jadilah lebih dari mereka yang awam jika kalian merindukan reuni dengan-Nya,
Dan jangan puas dengan sekedar reputasi kaum yang mulia.

Wahai, kejayaan bagi sebuah kaum yang memberikan jawaban panggilan mulia Sang Kekasih, dan memperolehi Taman!

Maksud saya adalah ‘Irfan makrifat hadirat kedekatan dan makrifat atas taman-bersungai, houris para wanita penghuni Taman, dan kenikmatan-kenikmatan.

Biarkan dia yang hatinya sama sekali tiada berisi dan kosong dari ‘Irfan pada tiap-tiap pikirnya menangisi dirinya.

Dengan kata lain, jika hatinya tidak penuh berisi ilmu ini, apa yang bisa dilakukan hanyalah menangisi dirinya sendiri.

Kegembiraan hidup tanpa kesusahan, demi Rabb-ku, hanya bisa diperoleh dalam terwujudnya reuni.

Semoga sekilas pandangan akan menyembuhkan si sakit dari penyakitnya,
karena persepsi dari esensi Hakikat itu amat kuat.

Cukuplah bahwa kaum yang mencintai Allah menatapnya karena itu saja yang akan menyembuhkanmu. Saya memberimu bukti melalui orang yang duduk di sebelah saya ini. Beliau bersama-sama beberapa orang berada di tengah padang pasir di Maroko dan mereka tersesat. Di gurun semalaman kalian bisa mati karena kehausan. Tidak tahu dari arah mana, muncullah sepeda motor menuju ke arah mereka. Anak muda yang menaiki motor itu membawa mereka satu per satu ke rumah ayahnya. Anak muda itu mengatakan bahwa ayahnya telah menyuruhnya untuk menjemput mereka karena mereka tersesat. Mereka berkata ke ayah anak muda itu, “Wah kebetulan yang luar biasa.” Dan ayah anak itu menjawab, “Tidak, bukan, ini bukan suatu kebetulan.” Beliau menyambung, “Kalian anak murid dari Shaykh Muhammad ibn al-Habib, kan?” Mereka menjawab, “Benar.” Shaykh Muhammad ibn al-Habib menetap di utara Maroko dan mereka sedang berada di bagian paling selatannya gurun di Maroko. Beliau berkata lagi, “Ya, kalau begitu saya juga adalah anak muridnya sekarang.” “Lima tahun yang lalu saya berada di Zagora (kota di tenggara Maroko, sekitar 400 km dari Meknes), yang merupakan kota berpasar besar, dan banyak sekali hadirin di hari pasaran hari itu. Di seberang tamannya saya melihat sebuah mobil besar dan di kursi belakang saya melihat seorang pria lanjut usia. Tiba-tiba beliau membuka pintu mobilnya, berjalan terus menyeberangi tamannya dan mendatangiku. Beliau meraih tanganku dan berkata, ‘Assalamualaikum, ya wali Allah.’ Saya menjadi panas dingin, saya terus keringatan, dan pria itu berbalik dan kembali ke mobilnya dan mobil itu berjalan menjauh. Saya gelisah dan terus bertanya-tanya ke orang-orang di sekitar saya, ‘Siapa pria itu? Siapa pria di mobil itu?’ Mereka menjawab, ‘Itu seorang Shakyh Darqawi dari Meknes, Shaykh Muhammad ibn al-Habib.’ Saya pikir ini pasti ada alasannya. Nah, kini setelah bertahun-tahun, saya melihat-lihat keluar, dan melihat bahwa kalian akan mati di gurun itu dan menyadari bahwa kalian adalah fuqaranya Shaykh Muhammad ibn al-Habib dan tugas saya ialah menyelamatkan kalian.”

Waktu terbaikku adalah saat aku bercirikan kerendahan hati, ketidakmampuan, kemisikinan dan penentangan pada keinginan.

Karena itu adalah dasar-dasar dari tariqat kita yang sempurna. Maka ikutilah itu dan hindarilah reputasi dan merasa dirimu penting.

Berlarilah ke kebalikan Sifat-Sifat Rabb,
maka dengan karunia Allah, engkau akan menjadi makhluk terkaya.

Sifat-SifatNya adalah ilmu yang menyeluruh meliputi segalanya, dan kekuasaan atas segala sesuatu, dan sifat-sifat kami adalah kejahilan dan kekuatan yang lebih lemah dari setitik debu.

Jika kalian berhasarat mencapai tujuan semua ‘Arifin, maka, Wahai sahabatku, berangkatlah kepadanya dengan himma.

Menjadi seorang hamba Allah yang ikhlas jika dilakukan bersamaan
dengan memberikan kepada Rabb-nya apa yang dikehendaki-Nya di setiap waktu.

Menghamba maksud saya adalah tajrid, menanggalkan, dari seluruh kekuatan
dan kemampuan dan segala cara usaha, dan bahkan memperoleh sesuatu bagi dirimu sendiri.

Karena dengan jalan ini hatinya disucikan dari kebutaan dan dipenuhi dengan cahaya-cahaya pada setiap pikir.

Kasidahnya sudah selesai. Pujian sepantasnya di awal dan di akhir untuk hadiah berupa pertolongan dari Ummat Yang Terbaik.

Semoga salawat Allah bagi Baginda dan keluarganya, dan Sahabat-sahabatnya, khalayak yang dilindungi Allah.

Penulisnya dikenal, maksud saya Muhammad ibn al-Habib, yang mencari kesempurnaan penghambaan.

Maka sampaikanlah padanya, suatu keharuman, Wahai Pemilik Kedermawanan,
dari-Mu yang akan menyebarkan kilau cahaya Hakikat kepada seluruh makhluk.

Al Fatihah.

Az-Zawiya Mosque, Cape Town.

 


Sumber : https://bewley.virtualave.net/muzzammil.html

Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Muqadim Malik Abdalhaqq Hermanadi