Dari nasehat Shaykh Abdalqadir al-Jaylani rahimahullah dalam al-Fath al- Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Pendar Kearifan, Penerbit Serambi, hal. 55).

Seorang murid Shaykh ‘Abd al-Qadir bertanya, “Apabila makanan yang dikonsumsi seseorang bercampur antara yang haram dan yang halal (misalnya zat makanannya halal tetapi cara memperolehnya haram, pen.), sahkah sholat dan puasa orang itu?”

Shaykh ‘Abd al-Qadir menjawab, “Yang halal itu jelas, yang haram juga jelas. Syari’at telah menjelaskan semua itu, dan kita tunduk kepada ketentuan itu. Bila hatimu mengatakan kepadamu ‘tidak’, maka makanan itu haram. Bila ia mengatakan kepadamu ‘ya’, maka ia halal. Bila hatimu diam tidak berkata ‘ya’ dan tidak berkata ‘tidak’, maka ia syubhat. Bila engkau menghindari segala hal yang biasa dikonsumsi (padahal syubhat) dan engkau bersabar menanggung susahnya, itulah Qana’ah (merasa puas dengan rezeki seberapa pun yang Allah berikan). Engkau tahu, berapa banyak ketaatan, puasa, dan sholat dilakukan tetapi tidak membebani pelakunya. Yang dituntut darimu sebenarnya adalah hati yang bersih dari segala noda dan apa pun selain Allah.”

“Orang yang zuhud munafik, lahirnya tampak bersih, tetapi batinnya kotor. Pipinya tampak pucat, khusyuk hanya pada kedua bahunya, dan baju yang terbuat dari bulu domba melekat pada tubuhnya. Zuhudnya terletak pada kekikirannya dan batin yang tidak ingin memberi. Jiwanya selalu mengharapkan pujian dan enggan dikecam. Matanya nanar menatap milik orang lain karena berharap memilikinya.”

“Adapun orang yang arif (yang merupakan ahli waris para nabi) menerima langsung bagian Pengetahuan Ilahi dari Nabi sallallahu alayhi wassalam dan kemudian membagikan bagiannya kepada murid-muridnya. Ia guru besar di negerinya, namun juga siap mengerahkan segenap balatentaranya memerangi musuh (hawa nafsu). Sirnya bening. Hatinya bersih. Karena itu, ia mampu melihat hadrah Ilahiah (dengan pendekatan iman). Gelombang ilmu menelannya (sehingga tidak tampak menonjol), lautan dunia tidak dapat memenuhi hatinya, seluruh yang ada di tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dan seluruh makhluk lainnya tidak berdaya menguasai hatinya (karena di dalam hatinya Allah ada). Itulah gambaran seorang arif dan zahid sejati.”