Tujuan dari majelis ini ialah untuk menyimak karya-karya Ibn al-Arabi yang bergelar Shaykh al-Akbar yang berarti sang guru pembimbing/mursyid terbesar. Sudah jelas bahwa kita tidak akan mampu berjalan terlalu jauh, karena buku ini, yang sedang kita perhatikan ini, adalah sepersepuluh, satu dari tigaratus buku karyanya yang telah didaftar dan dikenali. Masih ada sekitar dua ratus buku yang kabarnya ditulisnya yang belum kita ketahui.
Rijal-nya ini, setelah para Nabi, adalah seorang pria paling utama dan paling dikenal di seluruh dunia yang pernah tercatat di dalam sejarah. Saya pertama-tama akan memberikan gambaran pada kalian betapa luar biasa dan spektakulernya ia dengan menceritakan suatu hal dari hubungannya dengan lingkungan masyarakat Muslimnya sendiri. Seperti yang kalian ketahui ia berasal dari Andalusia di masa kejayaannya, kejayaan karena berkait atas Tauhid kepada Allah. Ia dilahirkan di Murcia (sebuah kota di tenggara Spanyol) dan telah bersafar ke seluruh penjuru dunia Islam dan dikuburkan di Damaskus. Ia wafat meninggalkan sebuah wasiat berupa sejumlah uang yang disisihkan untuk digunakan memberi makan semangkuk sup dengan sejumlah daging tertentu bagi para faqir Damaskus setiap hari. Dari sejak wafatnya, sekitar tujuh ratus tahun lalu, ia telah memberi makan para faqir Damaskus hingga hari ini. Kita bisa katakan bahwa ia telah memberi makan kepada lebih banyak orang dari seluruh pemerintahan komunis yang ada di dunia ini!
Ia melayani orang-orang. Ketika ia hidup, ia melayani mereka dengan makna-makna, dan ketika ia wafat, ia memberi makan mereka dengan panganan lahiriah. Kebanyakan dari para rijal-nya ahli Allah, ketika mereka hidup, mereka melayani orang-orang dengan panganan, dan ketika mereka wafat, maka apa yang mereka tinggalkan adalah makna-makna dan ide-ide, maka kita ini sedang menyimak seseorang yang telah menjungkirbalikkan segala sesuatu. Fenomena dari Ibn al-Arabi demikian menggemparkan Muslimin dan menimbulkan suatu kebangkitan dalam Islam yang gemanya terjadi di seluruh dunia beradab, dunia Islam umat Islam. Dari Portugal hingga Kanton di Cina, berlangsung suatu kegairahan.
Banyak ulama menginginkan kematiannya karena para ulama itu berurusan dengan benda-benda mati, dan Ibn al-Arabi memberikan kepada khalayak hal yang hidup, yang berarti bahwa para ulama itu tidak bisa mengajarkannya, yang maknanya para ulama itu kehilangan pekerjaan. Ia tidak datang dengan informasi, ia datang dengan nutrisi bergizi. Ia datang kepada khalayak dengan sebuah sarana akses kepada ilmu. Para ulama informasi berkata, “Engkau jahil dan saya berilmu dan engkau tahu bahwa engkau jahil, karena itu kalian harus mendatangi kami.” Ibn al-Arabi berkata, “Kalian berilmu dan saya jahil jika bukan karena ini: untuk memperoleh ilmu engkau harus pergi menuju dirimu.” Kalian harus membawanya keluar dari dalam dirimu karena engkau adalah wadah seluruh alam semesta. Lahiriahnya kalian dibatasi oleh lautannya kosmos, batiniahnya kalian mewadahi seluruh kosmos di dalam dirimu sendiri, bukan secara metafora melainkan secara jasmaniah, dalam pengertian-pengertian fisika energi tingkat tinggi dan ilmu biologi/hayat.
Seluruh bentuk-bentuk dari alam semesta dihimpunkan dalam manusia, dan kepada insan telah ditiupkan sesuatu yang hidup, yang memampukan manusia mengenali dirinya sendiri melalui pencerminan. Ia berkata, “Insan ialah sebuah cermin dimana Allah menatap diri-Nya sendiri.” Segera saja para ulama itu menjadi murka lalu mereka berusaha menghukum mati rijal ini. Setiap kali mereka berusaha menghabisinya, selalu saja ada sepuluh orang ulama lain yang berkata, “Saya bukan seorang ulama, saya ini jahil di hadapan ilmu pria ini.” Pada akhirnya mereka mengakuinya sebagai mujadid Islam.
Sesudah ia wafat, para ulama itu tetap berusaha menyingkirkannya. Beberapa ulama Islam termasyhur menyerangnya dan menulis tuduhan kepadanya, namun ketika beberapa orang pandai membaca tuduhan mereka, mereka ini berkata, “Tetapi ia tidak pernah berkata demikian! Jika ia pernah berkata demikian maka tuduhan kalian benar. Kalian belum pernah membaca karyanya, jika kalian sudah membacanya berarti kalian tidak mengerti maksudnya.” Maka tidak seorang pun berani mempermasalahkan Ibn al-Arabi. Beberapa yang mungkin bisa melakukan itu, ketika mereka mencebur ke dalam lautan hikmah ini, mereka tenggelam, hilang dan tidak pernah lagi terlihat, mereka menjadi sufi. Banyak dari ulama terbaik yang memperoleh ilmunya Ibn al-Arabi berasal dari kelompok orang-orang yang meracuninya. Para ulama (yang berusaha menyingkirkannya) itu lalu berkata, “Kita harus memakai teknik lain. Kita sudah pernah merendahkannya, kini kita harus meninggikannya. Kita akan katakan bahwa dia ini wali besar, seorang yang demikian mulianya, sehingga orang-orang seperti kita yang miskin, jahil, sederhana seperti kita ini tidak akan bisa memahaminya. Bahkan jika kita membaca karyanya, apa yang dikatakannya demikian dahsyatnya sehingga kita akan kelabakan, kita akan tersesat dan kehilangan din kita ini. Maka jangan baca karyanya bukan karena itu buruk, jangan baca karena tulisannya terlalu bagus. Kita ini tidak pantas membacanya. Ini ditulis untuk orang-orang yang sudah tahu segalanya… yakni kami para ulama.” Dengan kata lain, tidak seorang pun boleh membacanya dan kami juga tidak membacanya, dengan begini urusannya selesai sudah.
Ide yang brilian ini, sesungguhnya menunjukkan seperti apa para ulama itu, secara menyeluruh sangat sukses kecuali terhadap sekelompok orang-orang yang terus menerus demikian bodoh dan jahilnya sehingga mereka itu tidak pernah mendatangi para ulama untuk belajar, bahkan sebagian besarnya tidak bisa membaca dan menulis. Selama tujuh ratus tahun di dalam umat Islam senantiasa ada sekelompok rijal yang memiliki ilmu dari pengajaran Ibn al-Arabi, kebanyakan dari mereka ini tidak terdidik secara keilmuannya para ulama itu, namun mereka memiliki ilmu yang mendalam dan mampu mendaras perihal Ibn al-Arabi dan membimbing para rijal menyelam ke kedalaman arena-arena maknawinya sedemikian rupa sehingga saya pernah menyaksikan orang-orang yang, mampu sedemikian erat menggenggam makna-maknanya, jatuh pingsan. Saya sudah pernah melihat bagaimana para pewaris ilmu ini membimbing khalayak ke dalam sebuah zona ilmu yang membuat mereka tersedu menangis dan membuat mereka terdiam tidak bisa bicara. Tentu saja ini suatu ilmu yang lebih baik daripada sebuah ilmu yang membuatmu merasa lebih hebat dari semua orang.
Faktor menarik lainnya ialah bisa dilihat bahwa para ulama itu pada prinsipnya kejam. Khalayak pewaris ilmunya Ibn al-Arabi pada prinsipnya dermawan, jadi bukankah dengan demikian ilmunya ilmu yang lebih baik? Apalagi, ulama kelompok ilmu pertama itu pemarah, dan ulama ilmu yang ini sangat baik hati. Bukankah ini yang lebih baik? Para alim tidak bisa tidur di malam hari. Ulama ilmu ini terbangun sepanjang malam bertafakur atas rahasia-rahasia kehidupan, menyeru Allah, dan jika mereka tertidur, tidurnya amat indah. Jelaslah bahwa ilmu ini bukan ilmu biasa. Dan ini membawa diri kita kepada kita, yang selalu amat menarik!
Untuk mengamati bagaimana kita bisa mendekat pada ilmu ini, saya harus melompat kebelakang seribu empat ratus tahun lalu. Seluruh ilmunya Ibn al-Arabi hadir dari ilmu pada Al Quran dan Sayyiduna Muhammad, sallallahu alayhi wa sallam. Segala sesuatu padanya berada dalam batasan-batasannya Islam, tidak ada akses padanya di luar Islam. Ilmunya bukanlah sebuah objek yang bisa dipelajari, ialah sebuah panganan yang harus dicerna, bukan sebuah menu. Di masa Sayyiduna Muhammad, sallallahu alayhi wa sallam, berada di sekeliling Baginda, para Sahabat yang amat cemerlang. Demikian mulia ruhaninya dan demikian rendah mereka secara material, kecuali beberapa orang, hingga Yang Maha Pencipta mewahyukan sebuah ayat di Al Quran yang artinya, “Kalian ialah umat terbaik yang dibangkitkan.” (Surat Ali Imran ayat 110). Para Sahabat Nabi ialah insan manusia terbaik yang pernah menjejak bumi. Karena cahaya dari Rasul yang kita cintai, orang-orang di sekeliling Baginda pun bersinar. Sifat insan seperti ini hanya bermakna satu hal saja, mereka tahu bagaimana caranya untuk hidup dan bagaimana caranya untuk mati. Mereka tahu apa itu seutuhnya.
Tidak ada sesuatupun yang mereka temui melainkan mereka mengenali apakah itu, tidak seperti pria moderen. Jika alat rekam kasetnya berhenti bekerja, kita tidak bisa memperbaikinya. Jika televisinya rusak, kita tidak bisa memperbaikinya. Hampir semua benda-benda yang kita bergantung padanya ialah berbagai benda yang kita tidak mampu perbaiki. Semakin independen peralatan mesinnya, semakin kita menjadi tidak berdaya. Semakin banyak jaringan pengetahuan terkumpul di luar diri kita, di dalam berbagai mesin, semakin jahil kita. Semakin aktif mesin-mesinnya, semakin pasif insan manusia. Mesin-mesin menjadi otot dan kemudian orang-orang berhenti bekerja dengan tubuhnya lalu menjadi pasif dan mereka itu disebut sebagai pekerja pabrik, budak-budak, seperti khalayak yang mendirikan piramid. Selanjutnya berbagai mesin menjadi otak dan kini kita berada dalam proses dimana kita lihat insan manusia berhenti berpikir! Yang tersisa tinggal memberikan mesin-mesin itu kehidupan dan kita semua boleh mati, kecuali jika kita mencari tahu dan bergerak dari kondisi pasif menuju kondisi aktif dan berkata, “Saya bosan dengan ‘pembangunan’ jika itu bermakna membangun mesin-mesin. Saya hanya tertarik pada apa yang dibutuhkan untuk membangun rijal. Saya mengerti bahwa sudah selama delapan puluh tahun industrialisasi itu tidak membantu manusia, ia merendahkan manusia.”
Ilmu tentang insan manusia ini mencapai kedudukan tertinggi di jaman Sayyiduna Muhammad, sallallahu alayhi wa sallam. Baginda menyampaikan ilmu yang demikian luasnya ini. Baginda memberikan pengajaran universal bagi umat manusia yang kita sebut sebagai hukum lahiriah. Ini bukan hukum bersifat puritan yang dibebankan kepada manusia, ini suatu hukum fitrah alamiah. Dengan kata lain, jasad itu memiliki batas-batas maka perilakunya pun terbatas. Ada perilaku yang membaikannya dan ada perilaku yang merusakkannya. Itu suatu sains. Jika engkau jadi seorang alkoholik engkau merusak levermu sendiri, dan otakmu akan mengecil dan semua ini sudah dikonfirmasi saintis materialis. Itu menimbulkan ketagihan, engkau mulai dari sedikit dan berakhir dengan amat banyak. Seribu empat ratus tahun lalu Nabi bersabda dari wahyu Allah bahwa khamar itu terlarang/haram. Khalayak berkata, “Kalau begitu kita minum sedikit saja,” dan Baginda bersabda jika yang banyaknya buruk bagimu maka yang sedikitnya terlarang karena manusia itu bodoh hingga ia (mencari) tahu.
Di Amerika mereka punya papan iklan yang berbunyi, “Kanker menyembuhkan merokok.” Begitu engkau tahu engkau berhenti, namun sudah terlambat. Juga, di jaman Nabi, khamarnya berasal dari anggur, begitu banyak yang diproduksi dan beredar di masyarakat. Kalian dapati beberapa pemabuk, namun pada dasarnya semua orang selamat. Hukum Nabi itu berlaku sejak jamannya, hingga akhir jaman, dan Baginda bersabda bahwa akan ada masanya bahwa khamarnya bukan terbuat dari anggur dan itu akan merusakmu. Kini kita punya berbagai minuman keras berjenis spirit (minuman beralkohol hasil penyulingan sehingga kadarnya amat tinggi, 20% ke atas), whiski (minuman beralkohol biasa dibuat dari penyulingan bir dengan kadar hingga 40% lebih), dan vodka (minuman bening, beralkohol amat tinggi 35-60%, biasa dibuat dari fermentasi gandum) yang memabukkan dan segera menghancurkanmu. Semua alkohol baru ini bukan hasil bumi, tidak berasal dari ekologi alami melainkan dari pabrik, diproduksi massal oleh orang-orang tamak, yang hanya ingin kaya dan tidak peduli apakah mereka membunuh orang-orang. Kini itulah krisis sosial terbesar di negara-negara industri maju, khususnya di Rusia. Mari kita kembali ke pokok bahasan kita.
Ada juga pengajaran lain dari Sayyiduna Muhammad, sallallahu alayhi wa sallam: Baginda bersabda, yang artinya, “Berbicaralah kepada orang-orang sesuai pemahaman mereka.” Baginda mengajari lebih kepada sekelompok dibanding kepada yang lainnya. Dalam kumpulan hadis Baginda di kitabnya Imam Bukhari, salah seorang Sahabat yang khsusus itu berkata, “Saya mengambil dua kantung pelajaran dari Nabi. Salah satunya jika saya ungkapkan, leher saya akan ditebas.” Dengan kata lain pengajaran itu rahasia. Nabi bersabda, yang artinya, “Akulah kota ilmu, Ali itu pintunya.” Ali itu Sahabat khas dan jika engkau masuk melaluinya maka ia membawamu masuk kota itu. Para sufi merunut jejak mereka kepada Sayyiduna Ali dan ilmu ini bukanlah informasi, ini ilmu yang masuk ke dalam hati. Nabi juga bersabda tentang salah seorang Sahabat Baginda yang lain, khalifah Abu Bakr, yang artinya, “Ia memiliki kedudukan di atas orang lain, bukan karena amal-amalnya, melainkan karena sesuatu yang Allah tempatkan di hatinya.” Ilmu lain inilah yang sedang kita bincangkan. Ilmu ini di masa itu mengalir seperti sungai melintasi umat manusia.
Ratusan tahun kemudian Imam besar ahli sufi, Imam al-Junayd yang hidup di Baghdad, berkata: “Ketika saya masih muda, saya duduk bersama sekelompok rijal yang membicarakan rahasia-rahasia ilmu dan saya hanya bisa memahami satu dari sepuluh hal yang mereka bincangkan, dan ilmu ini telah dibawa pergi bersama pulangnya mereka.” Bahkan jika kembali ke jaman Nabi, khalifah Umar berkata tentang seorang rijal: “Ketika rijal ini wafat dua pertiga dari seluruh ilmu pergi bersama dirinya.” Menjadi jelas bahwa ilmu ini bukanlah informasi yang akan membantumu menang program kuis di televisi, ini sesuatu yang amat mulia, sesuatu yang amat besar dan kalian semua telah menyangkalnya.
(Bersambung…)