Al-Lawami’ berarti pancaran-pancaran cahaya. Disebut Shaykh al-Akbar sebagai: “Apa yang yang ajek* dari cahaya-cahaya tajalli selama dua saat atau yang mendekatinya.”
Jika cahaya-cahaya lawa’ih disebut sebagai berasal dari keadaan dasar di tubuh, maka cahaya-cahaya lawami’ dikenali, bukan secara indrawi, tetapi secara maknawi, sehingga dipahami dalam ruh pada layar indrawi, oleh ruhnya.
Pada tahap ini si faqir yang telah matang menyadari bahwa dalam kebersinaran ini adalah isyarat-isyarat awal tentang untuk apakah manusia itu, manusia ialah suatu arena cahaya-cahaya. “Kami tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah pada Kami”, firman Al-Haqq, segala puji bagi-Nya. Rasul kita telah menegaskan bahwa beribadah dengan ilmu lebih tinggi daripada ibadah tanpa ilmu, dan penyaksian adalah ilmu yang lebih tinggi dari pengetahuan. Cahaya-cahaya asli awal yang tiba pada hati yang penuh kerinduan si hamba adalah isyarat-isyarat bahwa kenyataan-kenyataan di Jalan telah dimenangkan, dan perjumpaan sudah dekat, dan penyaksian tidak terhindarkan, dan Allah mengabulkan do’a-do’a hamba-Nya. Maka berdo’alah untuk memohon-Nya saja dan bukan buah-buah-Nya, baik di dunia yang tampak ini atau yang Gaib. Cari Wajah Allah semata. Ayo terus.
Catatan :
*) ajek Jw a tetap; teratur; tidak berubah