Zikir adalah tiang dan penunjang terbesar di tarekat menuju Allah sebagaimana kalian telah ketahui. Karena itu kalian harus melakukannya sebagaimana kalian telah diperintah. Demi Allah, zikir akan memberimu kekuatan. Kami ingin kalian mendorong hamba-hamba Allah untuk mengingati Allah – dan demikian pula Allah menyukainya. Ingatkan mereka pada sunah Rasul Allah salallahu alayhi wassalam, dan jadikan mereka senantiasa berjaga untuk menentang kufur. Ingatkan terus mereka untuk berendah hati, dan zuhud pada dunia ini. Perintahkan mereka untuk puas dengan sedikit dari dunia itu sebagaimana diperintahkan Allah.
Ketahuilah, semoga Allah merahmati kalian! bahwa manfaat pertama yang saya peroleh dari junjungan saya, semoga Allah rida padanya, adalah ketika ia membawa dua keranjang penuh buah mulberi dan menaruhnya di kedua telapak tangan saya. Ia tidak meletakkan kedua keranjang itu di punggung saya seperti pada teman-teman saya*. Hal itu sangat berat terasa bagi nafsu saya dan begitu menyusahkan sehingga saya benar-benar merasa sangat terjepit karenanya. Saya bergetar hebat dan amat tegang. Saya merasakan masuk ke dalam kekacauan sangat besar sehingga saya hampir menangis karenanya. Demi Allah, saya pun menangis karena rasa dipermalukan, kehinaan, dan perendahan karena nafsu saya menolak apa yang sedang terjadi dan tidak pernah mau menerimanya. Saya tidak pernah menyadari sebelumnya akan kebanggaannya, kesombongannya, buruknya, dan keras kepalanya. Saya tidak tahu apakah ia merasa bangga atau tidak.
Tidak seorang faqih pun yang pernah memberikan pada saya pemahaman tentang itu, tidak seorang pun di antara semua yang kepada mereka saya pernah mempelajari Qur’an – dan saya belajar Qur’an kepada banyak orang. Ketika kami berada dalam kebingungan dan rasa tertekan itu, tiba-tiba seorang shaykh di antara ahli tariqa yang memiliki khasyaf dan sirr yang terang berada di hadapan saya. Kebanggaan saya tersibak baginya, begitu pula kebingungan dan kesusahan saya. Ia mendekat pada saya dan mengambil kedua keranjang itu dari tangan saya dan meletakkannya di punggung saya seperti teman-teman saya lainnya yang tubuhnya lebih sehat dan keadaannya lebih baik dari saya. Mereka tidak sibuk dengan diri mereka sendiri, dan mereka tidak bangga, sombong atau pun buruk. Ketika ia meletakkannya di punggung saya, ia berkata pada saya, “Ini adalah sebuah urusan baik yang dengannya engkau bisa membuang sesuatu dari kebanggaan.”
Dengan itulah, pintu dibukakan bagi saya dan saya terbimbing kepada kebenaran melaluinya. Saya mengenali khalayak yang bangga dari mereka yang rendah hati, mengenali khalayak yang sungguh-sungguh dari yang bergurau, mereka yang berilmu dari mereka yang jahil, mereka yang menjalankan sunah dari mereka yang mengada-ada, serta mereka yang berilmu dan beramal dari mereka yang berilmu tanpa amal. Sesudah itu, tidak ada ahli sunah yang bisa membuat saya tertekan karena sunah-nya, tidak ada yang mengada-ada yang bisa membuat saya tertekan karena pengada-adaannya, tidak ada ahli ibadah yang bisa membuat saya merasa tertekan karena ibadahnya, tidak ada zahid yang membuat saya tertekan karena zuhudnya. Itu terjadi begitu karena Shaykh kami, semoga Allah rida padanya, telah membuat saya mengenali yang benar dari yang palsu, kesungguhan dari gurau, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan melindunginya dari keburukan.
Kami sangat ingin agar Sayyidi Ahmad ibn ‘Ajiba mendorong para hamba Allah agar senantiasa jujur dalam perkataan dan tindakannya, dan juga kami sangat ingin ia mendorong mereka agar selalu berhati-hati. Tariqa ini dibuat menjadi dekat pada mereka dengan kedua urusan itu, dan pencapaian diperolehi melalui keduanya. Allah adalah penjamin dari perkataan kami.
Salam.
Catatan :
*) Zawiyah tempat Mawlay ad-Darqawi rahimahullah belajar, berada di daerah produsen buah mulberi. Dengan menempatkan hasil panen buah mulberi di tangan seperti itu, sang Mursyid memberikan pengajaran menempatkan diri si murid dalam kedudukan terendah – seakan diberi modal untuk jadi penjual mulberi, kedudukan rendah bagi diri si murid. Penjelasan ini diperoleh dari Sidi Fouad Aresmouk; sahabat, fakir dan penterjemah yang tinggal di Marrakesh, Maroko