Saudara-saudaraku, jika si murid tidak menghormati, mengakui ilmu, kesantunan, rasa takut, rasa hormat, dan memuliakan kepada shaykh yang mendidik, si murid tidak memperoleh manfaat apapun dari shaykhnya itu. Jika tidak ada manfaat, maka tidak ada keterkaitan pada sang shaykh ataupun si murid. Keduanya tidak memperoleh manfaat dari satu sama lain. Bukanlah perilaku yang benar dari si murid untuk berkata pada shaykhnya, “Berikan izin padaku untuk mempreteli diri; berikan izin padaku untuk berikhtiar duniawi; berikan izin padaku untuk melakukan zikir Asma-Nya; berikan izin padaku untuk meminta-minta; berikan izin padaku untuk memakai jubah bertambal atau surbannya,” dan sebagainya. Perilaku sahihnya ialah menyerahkan iradatmu tentang dirimu kepadanya sehingga engkau layaknya jenazah di tangan para pemandinya. Engkau harus membersamainya hingga Allah memberimu apa yang engkau idamkan, segera atau setelah beberapa waktu. Si murid yang menginginkan sang shaykh untuk mengikuti dalam apa yang dipikirkannya, maka si murid itulah shaykhnya, dan sang shaykh ialah muridnya. Jika ini kondisinya, maka inilah inti sari hakikat dimana mereka yang zindik terlibat. Sang shaykh itu juga imam si murid, maksudnya dialah junjungannya. Imam itu dijadikan sebagai seorang imam itu agar ia bisa diikuti, seperti disebutkan di Sahih al-Bukhari. Inilah pendapat kami, dan Allah Maha Tahu.

Semoga Allah mengajarimu kebaikan dan melindungimu dari keburukan! Ketahuilah bahwa seseorang yang kita kenali mendatangiku di waktu yang tidak selayaknya dan berkata kepadaku, “Kami ingin engkau berikan kepada kami wiridnya.” Ia menginginkan mengambilnya dari kami. Saya mengabaikannya selama sehari dan semalam. Lalu ia datang kembali kepadaku, maka aku memberikan wirid itu padanya. Segera setelah saya memberikan wirid itu padanya, dia lalu berkata, “Berikan saya izin untuk memberikan wirid ini kepada orang lain.” Saat saya mendengar apa yang dikatakannya, saya segera berkata, “Tunggu hingga engkau mengenalku dan aku mengenalmu. Maka akan hadir keberkahan.” Saya menyampaikan kisah penguburan seorang ahli memuji Allah. Segera setelah dia dikubur, dua malaikat datang menanyainya, ‘alayhi salam. Dia berkata kepada mereka, “Salam kepada Junjunganku Nabi Muhammad. Kini betapa tenteramnya kita!” Tidak ada keberatan jika si murid bertanya kepada shaykhnya tentang urusan-urusan penting dirinya seperti pernikahan, Haji, usaha bertani, perihal gedung-gedung, perjalanan, dan lain-lain.
Salam.