Ketika saya tiba pada mursyid saya,semoga Allah rida padanya, di tahun 1188 H, beliau memberiku izin untuk menjabat tangan seorang guru yang menjadi pengajarku belajar Al-Quran Karim. Pria ini ingin menjadikan mursyidku sebagai shaykhnya sebagaimana saya telah mengambilnya. Dia menginginkan izin dari sang shaykh dan terus bertanya tentang itu kepadaku. Ketika saya mengabari mursyid saya perihal itu, beliau, semoga Allah rida padanya, berkata padaku, “Jabatlah tangannya karena engkaulah yang telah mengabari dia tentang bai’atnya.” Saya sampaikan itu kepada pria tersebut apa yang telah disampaikan beliau kepadaku dan nasehat itu memberinya manfaat melalui berkah izin dari mursyid saya, semoga Allah rida padanya, itu. Hanya saja, kami lalu berpisah ketika saya kembali ke sukuku Banu Zarwal tempat nenek moyangku, semoga Allah memberkahinya, dan beliau di Fes.

Mursyidku menetap di dekat Fes al-Bali. Ketika diriku yakin untuk kembali ke sukuku, saya berkata kepada mursyidku, “Saya tidak punya teman yang bisa membahas perihal Tarekat di sana, padahal perihal ini hanya bisa diteguhkan dengan hal itu.” Beliau berkata, “Lahirkan,” seakan beliau, semoga Allah rida padanya, menginginkan agar lahirnya makna terjadi melalui diriku atau beliau sudah tahu lebih dulu. Saya mengulangi perkataan saya. Beliau berkata padaku, “Lahirkan.” Melalui berkah izinnya dan sirnya, seorang rijal mendatangiku, semoga Allah membanyakkan yang seperti dia dalam Islam! Segera saya menatapnya dan ia menatapku, Allah menyelesaikan urusannya, yaitu dia memperoleh makam fana dan baka pada tatapan pertama. Allah penjamin perkataan kami. Kesempurnaan izin dan sirnya menjadi jelas bagiku, dan itu memusnahkan berbagai keraguan dan ilusi dariku. Alhamdulillah wa shukrulillah!

Lalu diriku merindukan izin dari Allah dan Rasul-Nya, sallallahu ‘alayhi wassalam. Saya amat sangat membutuhkannya. Suatu hari, saat saya berada di tempat sepi di tengah hutan, saya sedang mabuk/sadar, sungguh-sungguh larut dalam kemabukan dan sungguh-sungguh larut dalam kesadaranku. Saya menyatukan keduanya dan benar-benar mengalaminya dengan kuat. Lalu saya mendengar diriku disapa dari seutuhnya zatku, “Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Surat 51 ayat 55) Hatiku diyakinkan dan tenteram. Saya yakin bahwa Allah dan Rasul-Nya, sallallahu ‘alayhi wasalaam, telah berfirman padaku sebab saya telah dihadirkan di dua hadirat Rabbi dan Nabi. Demi Allah, itu sebuah keramat yang tiba dari seutuhnya zatku. Tidak ada bagaimana hal itu bisa dikenali. Ia dikenali oleh siapapun yang Allah jadikan mengenalinya. Kadang kala Allah Subhanahu! berfirman pada hamba-hamba-Nya melalui diri-diri mereka sebagaimana yang terjadi pada diriku dan yang lainnya. Shaykh mulia, wali Allah, Sidi Abu’l-Hasan ash-Shustari, semoga Allah rida padanya, berkata:

“Saya mendengar perkataan dari zatku dari suatu tempat yang dekat.”
“Hidupku! Engkau hadir di zatku, tidak absen.”

Kadang kala Ia berfirman pada hamba-Nya melalui sesama insan. Kadang kala melalui benda mati, kadang kala melalui hewan, kadang kala dari atas, kadang kala dari satu arah tertentu, kadang kala dari seluruh penjuru. Itu semua dikenali oleh dia yang dijadikan Allah mengenalinya. Hanya dia yang telah diteguhkan Allah mampu menanggungnya. Ayat mulia yang difirmankan pada diriku melalui seutuhnya zatku menetap bercampur bersama daging dan darahku selama sekitar sepuluh hari atau lebih. Allah penjamin perkataan kami ini.

Ketika izin ini tiba kepadaku, mukminin segera mendatangiku. Segera saja mereka melihatku dan saya melihat mereka, mereka teringat dan kami teringat, kami memperoleh manfaat dari mereka dan mereka memperoleh manfaat dari kami. Hadirlah berbagai kebaikan, sir, ihsan, berkah dan kepedulian. Itu terjadi di bani Zarwal. Alhamdulillah wa shukrulillah!
Salam.