Saudara-saudaraku, kami tidak ada urusan terhadap ilmu dan amalannya khalayak. Apa yang kami miliki – melalui karunia Allah – ialah sebuah kalbu yang beruntung, niat yang baik, baik sangka, cinta, keikhlasan murni, kerinduan, cinta membara, keteguhan, watak fitrah, dan himma yang tinggi. Semua itu ialah amal-amal kalbu yang kami peroleh dari Allah sebagai sebuah hadiah ilahi dan karunia dan keberkahan dari-Nya. Satu atom nilai amalan hati itu lebih baik dari bergunung-gunung amalan tubuh.

Allah memiliki hamba-hamba yang tidak memperoleh apa yang telah mereka peroleh karena ilmu atau amal-amal mereka. Mereka mendapatkan apa yang mereka peroleh karena limpahan karunia Rabb mereka kepada mereka, dan itulah adanya. Salah seorang dari mereka ialah Imam sejati mulia yang masyhur, Sayyidina Abu Bakr as-Siddiq, semoga Allah meridainya, yang kepadanya Rasulullah salallahu alayhi wassalam, bersabda, “Keutamaan Abu Bakr di atas kalian itu bukan karena banyaknya salat dan saum. Dia lebih utama dari kalian karena sesuatu yang dihujamkan di dadanya.” Salah satu di antara mereka ialah wali mulia benar yang masyhur, Sayyidi Abu Ya’za, semoga Allah meridainya. Dia itu buta huruf dan tidak mengerti apa-apa. Dikisahkan bahwa ia tidak bisa mengenali tulisan namanya sendiri. Allah mengajarinya apa yang ia tidak ketahui dan membuatnya memahami apa-apa yang tidak dimengertinya. Banyak yang demikian di kalangan para wali Allah, semoga Allah meridai mereka. Ini sudah masyhur. Telah sampai kepada kami dari seorang junjungan ahli tarekat di masa kita ini bahwa ia berkata, “Fulan itu tidak memiliki ilmu apapun. Dia dan para pengikutnya senantiasa menyebut jalal.” Orang itu tidak tahu bahwa Allah memiliki hamba-hamba yang tidak memperoleh apa yang telah mereka peroleh melalui cara-cara yang normal. Mereka mendapatkan apa yang mereka dapatkan karena limpahan karunia Yang Maha Dermawan Maha Pemberi.

Sayyidi al-Busayri, semoga Allah meridainya berkata: “Cukup bagimu bahwa ilmu yang ada pada dia yang umi itu suatu mukjizat, sebagaimana akhlak mulia pada yang yatim di masa jahiliah.”

Dia berkata: “Mata itu menolak cahaya matahari karena radangnya. Mulut itu menolak segarnya air karena sakitnya.”

Dia tidak tahu bahwa Allah Ta’ala tidak mengambil seorang wali yang jahil kecuali dengan mengajarinya. Difirmankan di Al Qur’an Mulia, “dan yang telah Kami ajarkan kepadanya,” yakni Sayyiduna al-Khidr, alayhisalam, “ilmu dari sisi Kami.” (Surat Al-Kahf ayat 65). Terdapat perbedaan pendapat beliau. Beberapa berpendapat bahwa beliau itu seorang wali. Beberapa berpendapat bahwa beliau itu seorang nabi. Beberapa berpendapat bahwa beliau itu seorang rasul, dan Allah Maha Tahu tentang beliau. Difirmankan juga di Al-Qur’an Mulia, “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Surat Al-‘Alaq ayat 5). Hasilnya ialah, dan Allah Maha Tahu alam gaib, wali yang kamal itu serupa sebuah pelita, atau bulan purnama, atau matahari, atau seperti Lailatul Qadar, atau dia itu melampaui apa yang bisa dipikirkan akal. Salah seorang dari mereka berkata, “Andai saja hakikat sang wali dibuka tabirnya, maka dia akan disembah.” Lalu dimana kedudukannya di dunia ini pernyataan seseorang yang berkata, “Fulan itu tidak memiliki ilmu?” Kami katakan kepadanya, “Dimanakah kedudukan ilmunya terhadap ilmu kami? Dimanakah wawasannya terhadap wawasan kami? Betapa besar jarak yang ada antara keduanya!”

Sayyidi Al-Ghazali, semoga Allah meridainya, berkata:

“Aku pernah menyangka bahwa mencapai-Mu bisa diperoleh dengan membeli harta berharga dan laba.
Aku mengira bahwa cinta-Mu itu mudah, dan ruh-ruh mulia itu fana padanya.
Hingga aku menyaksikan Engkau memilih dan menetapkan dia yang Engkau pilih menerima hadiah-hadiah kasih sayang.
Maka aku mengerti bahwa Engkau tidak bisa diperolehi melalui sebuah muslihat, maka aku tundukkan kepalaku di bawah sayapku.
Aku jadikan tempat tinggalku sarang gairahnya. Aku senantiasa berada padanya di pagi dan petang.”

Difirmankan pada Al-Qur’an Karim, “Maka sekiranya bukan karena karunia Allah dan nikmat-Nya kepadamu, pasti kamu termasuk orang yang merugi.” (Surat Al-Baqarah ayat 64). “Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu).” (Surat An-Nisa’ ayat 83). “Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorang pun di antaramu bersih selama-lamanya, namun Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki.” (Surat An-Nur ayat 21).

Dikabarkan dalam sebuah hadis Rasulullah salallahu alayhi wassalam, “Tidak seorang pun dari kalian akan memasuki Taman karena amal-amalnya.” Ketika Baginda bersabda demikian, mereka berkata kepadanya, “Tidak juga engkau, Rasulullah?” Baginda bersabda, “Tidak juga diriku kecuali jika Rabbku meliputiku dengan rahmat-Nya.”
Salam.