Daras Syukur
oleh Shaykh Moulay MortadaEl-Boumashouli
Afrika Selatan, November 2021

Bismillahi-Rahmani-Raheem, salawat dan salam atas Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan semua yang mengikuti bimbingannya hingga hari kiamat. Kita akan mengakhiri majelis yang diberkahi ini dalam waktu lima belas menit. Saya ingin berbicara tentang sesuatu yang amat penting, sesuatu yang kita butuhkan di zaman kita ini, tepatnya di sepanjang waktu. Ini sebuah amar dari Allah kepada kita dan inilah jalan terpendek untuk mencapai Allah Subhana wa Ta’ala. Ialah bersyukur dan jalan mereka yang bersyukur. Karena begitu pendeknya jalan kepada Allah ini, maka setan duduk di jalan ini. Allah berfirman bahwa setan berkata, “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Surat 7 ayat 17).

Setan menggoda semua orang; dia itu seperti politisi; dia itu ahli strategi dan perang! Dia telah mempelajari tentang insan manusia secara menyeluruh dan memiliki ilmu tentang mereka yang terdahulu dan kemudian. Kesimpulan dari semua itu ialah bahwa jalan tersingkat kepada Allah ialah melalui jalan syukur. Karenanya, dia yang mampu mengalahkan setan ialah dia yang bersyukur pada Allah.

Saat kita mengucapkan segala puji hanya bagi Allah (Al-Hamdulillah) dan seluruh terima kasih hanya bagi Allah (Wa Shukrulillah), kita tiba seketika di hadirat Allah! Dan kita langsung terhubung pada-Nya! Karena itulah setan berkata bahwa sebagian besar dari mereka tidak bersyukur. Ini berarti bahwa ada sebagian kecil, sedikit, yang bersyukur. Mereka itulah yang khas. Mereka inilah yang difirmankan Allah pada setan, “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka,” (Surat 15 ayat 42). Itulah hamba-hamba yang Allah bimbing kepada syukur dan mereka dijadikan bersyukur dalam kelapangan dan kesulitan.

Di antara karunia Allah kepada kita ialah bahwa Ia mewahyukan kepada kita perkataan setan tersebut. Allah berfirman kepada kita bahwa setan akan menggoda kita dari empat arah (depan, belakang, kanan, dan kiri) dan Allah menjadikan setan lupa menyebut arah atas dan bawah! Sehingga jika kita mengangkat tangan kita kepada Allah, maka tidak ada hijab antara kita dan Allah! Begitu pula, jika kita letakkan kepala kita di tanah saat sujud pada Allah; itulah saat terdekat kita pada Allah! Allah juga telah menjanjikan bagi hamba-hamba-Nya yang bersyukur bahwa Ia akan memberikan tambahan. Allah berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Surat 14 ayat 7).

Ada tiga jenis syukur. Syukur pertama ialah dengan lidah, yaitu memuji Allah dan berkata-kata tentang nikmat Allah. Allah berfirman, “Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (Surat 93 ayat 11). Allah memerintahkan perihal ini karena berbicara tentang nikmat Allah akan mendorong kita bersyukur pada-Nya. Junjungan kita Sayyiduna Umar Ibn Al-Khattab berkata kepada seorang sahabat lain, semoga Allah meridai mereka semua, “Bagaimana engkau bangun?” Sahabat itu menjawab, “Dengan baik Amirul Mukminin.” Umar bertanya lagi, “Bagaimana engkau bangun?” Sahabat itu menjawab, “Dengan baik, Amirul Mukminin.” Umar bertanya ketiga kalinya, “Bagaimana engkau bangun?” Kali ini sahabat itu menjawab, “Dengan baik, dan Segala puji hanya bagi Allah (Al-Hamdulillah), Ya Amirul Mukminin.” Umar menjawab, “Saya menantimu memuji Allah.” Nabi Muhammad, sallallahu alayhi wa salam, bersabda, “Segala puji hanya bagi Allah (Al-Hamdulillah) memenuhi apapun yang ada di antara langit dan bumi.” Kata tersebut juga kata pertama yang diucapkan Sayyiduna Adam, alayhi wassalam. Ketika Allah meniupkan ruhnya, Sayyiduna Adam bangkis (bersin) dan diberi petunjuk Allah, beliau bersabda, “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam (Al-Hamdulillahi Rabil-Alamin).” Karena itu jika seorang Muslim bangkis, maka dia mengucapkan kata-kata tersebut, dan Muslim lain yang mendengarnya harus menjawab, “Semoga Allah merahmatimu (Yarhamuk-ullah).”

Junjungan kita Sayyiduna Musa, alayhi wassalam, pernah bertanya kepada Allah, “Ya Rabbi, Engkau telah menciptakan Adam dengan tangan-Mu dan Engkau meniupkan roh-Mu padanya dan memerintahkan para malaikat-Mu bersujud padanya, lalu Engkau tempatkan dia di Taman-Mu, dan Engkau mengampuninya setelah dia khilaf. Lima nikmat agung! Bagaimana Adam berterima kasih pada-Mu atas berbagai nikmat itu?” Allah berfirman, “Ya Musa, sudah memadai bagi Adam untuk berkata Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam (Al-Hamdulillahi Rabil-Alamin), sekali!” Kita harus berulang-ulang mengucapkannya! Segala puji bagi Allah, dan terima kasih bagi Allah (Al-Hamdulillahi wa Shukrulillah). Shaykh Ahmad Ibn Atallah Al-Iskandari, semoga Allah rida padanya, berkata, “Siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-nikmat yang diterimanya berada dalam bahaya kehilangan nikmat-nikmat tersebut.” Ini berlaku untuk segala jenis nikmat; yang material dan yang ruhaniah. Oleh karenanya, sesiapa yang bersyukur atas nikmat-nikmatnya telah mengikat nikmat itu dengan ikatan yang kokoh. Para Sufi, semoga Allah meridai mereka, berkata, “Rasa syukur ialah suatu perlindungan bagi apa yang ada dan pemburu atas yang tidak ada di sini.” Demikian itu syukur dengan lidah.

Syukur kedua ialah syukur dengan tubuh. Syukur tubuh itu ialah dengan menggunakannya dalam ketaatan pada Allah. Junjungan kita Muhammad Ibn Al-Habib berkata, “Kalian harus menyibukkan tubuhmu dalam khidmat pada Allah.” Syukur tubuh itu ialah alasan mengapa pada waktu-waktunya Nabi Muhammad, sallallahu alayhi wasalam, berdiri sepanjang malam beribadah kepada Allah hingga kaki beliau menjadi bengkak. Istri beliau, Aisha, semoga Allah meridainya, merasa kasihan pada suaminya saat menyaksikan hal itu dan berkata padanya, “Mengapa engkau memberati dirimu dengan ibadah sedemikian rupa padahal Allah telah mengampunimu dari segala kemungkinan dosa yang lalu dan yang akan datang?” Nabi, sallallahu alayhi wasalam, menjawab, “Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur (abdun shakura)?”

Ibn Hazm, semoga Allah meridainya, ditanya tentang syukurnya mata. Beliau menjawab, “Engkau harus menundukkan pandangan dari apa yang haram dan memandang pada apa yang membuat Allah rida.” Begitu juga, syukurnya telinga ialah mendengarkan apa yang diridai Allah dan menghindari mendengar apa yang tidak diridai Allah. Penting dicatat bahwa syukurnya tubuh bermakna amal-amal! Syukur lidah hanya menggunakan lidah. Sedangkan, syukur tubuh adalah dengan menggunakan tubuh dalam ketaatan pada Allah. Allah berfirman, “Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah), dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang sungguh bersyukur.” (Surat 34 ayat 13). Kita telah ketahui sebelum ini perkataan setan: “Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Surat 7 ayat 17).

Syukur ketiga ialah syukurnya hati, yaitu dengan menyaksikan bahwa seluruh nikmat datang dari Allah! Setiap nikmat yang sampai padamu berasal dari Allah. Allah berfirman, “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya),” (Surat 16 ayat 53). Bahkan satu nikmat yang sampai padamu dari orang lain itu benar-benar berasal dari Allah. Karenanya, Nabi Muhammad, sallallahu alayhi wa salam, mengajari kita untuk berterima kasih kepada sarananya (sabab). Nabi Muhammad, sallallahu alayhi wasalam, ialah sarana kita kepada Islam dan Iman, dan beliau pula sarana kita pada kebahagiaan kita dan nikmat Allah pada kita. Jadi, kita berterima kasih pada beliau dengan mengucapkan salawat padanya! Dengan keyakinan teguh bahwa nikmat ini datang dari Allah. Segala nikmat yang datang pada kita berasal dari Allah!

Ya Allah, jadikan kami kalangan ahli shakirin (mereka yang sungguh-sungguh bersyukur) Ya Allah, jadikan kami kalangan ahli shakirin! Ya Allah, jadikan kami kalangan ahli shakirin!